Intoleransi dan Radikalisme Mengancam Keberagaman Indonesia - Seputar Sumsel

Senin, 01 November 2021

Intoleransi dan Radikalisme Mengancam Keberagaman Indonesia


Oleh : Ali Sentiaji )*

Intoleransi dan radikalisme mengancam keberagaman Indonesia. Masyarakat harus waspada terhadap penyebaran paham anti Pancasila tersebut karena rentan menimbulkan keresahan publik dan mengancam keberagaman Indonesia.

Dulu dibutuhkan waktu 3 abad bagi Indonesia untuk melawan musuh bernama penjajah, namun setelah merdeka, kita tidak melawan penjajah, melainkan kita melawan bangsa kita sendiri. Di mana sebagian masyarakat kita telah mengedepankan sikap intoleransi dan radikalisme yang mampu mengacaukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Indonesia merupakan negara dengan keberagaman suku, bangsa, agama dan antar golongan. Keberagaman ini tentu saja tidak bisa kita tolak. Keberagaman yang dimiiki oleh Indonesia tentu harus diimbangi dengan sikap toleransi masyarakatnya demi mempertahankan NKRI.

Sikap toleransi bisa ditunjukkan dengan cara menghormati adanya perbedaan pendapat, agama, ras dan budaya yang dimiliki kelompok atau individu. Jika sikap intoleransi semakin ditonjolkan, tentu kemunduran suatu bangsa adalah keniscayaan, karena sikap tersebut menyebabkan pemerintah sulit untuk membangun kebijakan.

Selain itu, sikap intoleransi juga memiliki potensi untuk menimbulkan perpecahan karena konflik sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Bisa karena ekonomi, status sosial, ras, suku, agama dan kebudayaan.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin sempat menyesalkan adanya praktik intoleransi yang sudah sampai pada sikap tidak mau bersahabat, duduk bersebelahan atau melakukan aktivitas bisnis dengan kelompok atau individu yang berbeda agama atau keyakinan. Ia juga khawatir jika intoleransi ini dibiarkan akan berbahaya dan merusak keutuhan bangsa Indonesia.

Dirinya juga berujar, bahwa Intoleransi terhadap kepercayaan lain merupakan pelanggaran terhadap konstitusi. Konstitusi kita tentu menjami hak kebebasan beragama, hal tersebut tertuang pada UUD 1945 Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2).

Kita harus sadar bahwa toleransi bukanlah sekadar istilah dan penegasan akademik semata, tetapi praktik keberagaman dalam menyikap keragaman. Toleransi membutuhkan aksi nyata dalam setiap tindakan. Karena itulah, mengarusutamakan prinsip, wawasan, dan praktik toleransi di tengah masyarakat yang Bhineka adalah sebuah keniscayaan. Nabi Muhammad SAW juga melarang umat Muslim untuk menyebabkan rasa sakit atau cedera pada orang lain.

Selain Intoleransi, Radikalisme juga menjadi musuh bersama bagi bangsa Indonesia, hal ini dikarenakan tindakan radikal sangatlah bertentangan dengan prinsip dan nilai agama yang universal dan luhur. Apalagi tindakan radikal juga dapat memunculkan islamofobia. Sehingga tindakan radikal tersebut harus dimusnahkan karena dapat menyebabkan ketakutan serta bertentangan dengan konstitusi.

Perlu kita ketahui bahwa akar masalah radikalisme adalah ideologi keagamaan yang menyimpang atau pemahaman yang terdistorsi. Selain itu, salah satu faktor pemicu munculnya niat atau motif radikalisme adalah politisasi agama atau menggunakan doktrin agama yang dipolitisasi untuk kepentingan politik.

Radikalisme bisa tumbuh salah satunya karena kurang tafsir-tafsir ilmu dalam konteksnya. Paham tersebut bisa dibenahi, antara lain dengan memahami kajian bahasa arab yang benar. Jangan sampai ada konten yang asal nyomot bahasa arab lantas kita menganggapnya sebagai bahasa agama. Hal ini tentu harus dibenahi karena pemahaman terhadap kajian arab yang benar dapat digunakan untuk menangkal radikalisme.

Cendekiawan muslim Alwi Shihab menyebutkan, bahwa kelompok radikal di dalam negeri lebih suka dengan ulama dari Timur Tengah atau jazirah Arab untuk dijadikan panutan. Mereka menganggap remeh ulama ulama asli Indonesia. Asumsi Alwi tersebut disebabkan karena ia menganggap bahwa penyuluhan atau ceramah dari ulama Indonesia kurang diminati oleh kelompok radikal.

Ia Mengatakan bahwa tokoh-tokoh Islam radikal di Indonesia kerap memprovokasi masyarakat. Misalnya dengan menyebut bahwa Pancasila merupakan ideologi yang bertentangan dengan ajaran Islam. Berkaca dari fenomena tersebut, Alwi menilai jika ulama dari Timur Tengah dilibatkan dalam pencegahan bahaya radikalisme di tanah air. Menurutnya, hal itu dapat menjadi langkah mujarab untuk mengantisipasi pertumbuhan paham Islam radikal di Indonesia.

Kaum radikalis juga tampak menunjukkan sikap dan perilaku beragama yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya, mereka cenderung tidak senang dengan pemikiran ulama dan organisasi moderat.

Intoleransi dan Radikalisme tentu saja harus dilawan, baik dengan narasi atau dengan penguatan ideologi pancasila. Masyarakat harus memiliki prinsip bahwa Pancasila telah final dan merupakan ideologi yang harus disepakati oleh seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang Sampai Merauke. Jangan sampai persatuan yang telah dibentuk oleh founding father Indonesia, dirusak oleh segelintir orang hanya demi kepentingan pribadi. 


)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini


Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda