Menolak Aksi-aksi Intoleransi - Seputar Sumsel

Selasa, 07 Desember 2021

Menolak Aksi-aksi Intoleransi


Oleh : Aaqil Baizhan)*

Masyarakat menolak aksi-aksi intoleransi yang masih terjadi di Indonesia. Aksi tersebut akan menciptakan perpecahan bangsa mengingat Indonesia adalah negara yang multikultur. 

Saat baru merdeka tahun 1945, Indonesia sudah memiliki konsep bhinneka tunggal ika, berbeda tapi satu jua. Perbedaan suku dan lain-lain bukanlah penghalang untuk bersatu dan membangun negeri ini. Akan tetapi puluhan tahun kemudian semangat bhinneka tunggal ika mulai luntur dan digantikan dengan intoleransi yang diembuskan oleh oknum tertentu.

Saat ada intoleransi tentu menyedihkan karena pihak mayoritas merundung yang minoritas. Padahal itu salah besar karena seharusnya tiap orang saling menghormati, Bukannya menyerang kaum minoritas dan bertindak intoleransi, seolah-olah ia yang paling benar sendiri. 

Kasus intoleransi juga bisa terjadi di sekolah karena para murid berasal dari latar belakang, suku, dan keyakinan yang berbeda. Ada juga yang tersinggung karena ingin memeriahkan hari raya tetapi malah ditolak oleh lingkungan sekitarnya, alasannya lagi-lagi karena ia termasuk minoritas. Hal ini sangat miris karena sebelumnya warga Indonesia terkenal toleran, tetapi sekarang seolah-olaha ada yang berubah 180 derajat.

Untuk menolak intoleransi maka perlu ada perlawanan dari masyarakat. Pasalnya jika tidak dihentikan maka akan makin menggila, atau bisa jadi ada yang sengaja membuat hoax agar kaum sumbu pendek marah lalu makin intoleran pada pihak lain. Mereka sengaja melakukannya agar merusak perdamaian di negeri ini.

Rival Rianda, koordinator Gerakan Masyarakat Kalbar Cinta Damai menyatakan bahwa intoleransi dan radikalisme makin masif dalam menyebar ke masyarakat. Mereka dibuat resah karena ada kelompok yang membenarkan pendapatnya sendiri lalu melakukan kekerasan, dengan alasan pihak lain yang salah. Padahal kekerasan ini berbahaya karena bisa menyebabkan korban luka-luka.

Kelompok yang intoleran tidak paham bahwa perbedaan itu biasa terjadi di masyarakat. Indonesia adalah negara yang majemuk, jadi wajar jika ada suku, ras, dan keyakinan yang berbeda. Kelompok radikal tidak bisa bertindak intoleran dengan membenarkan pendapatnya dan melarang umat lain untuk bergembira saat hari raya. Mereka tidak boleh sweeping sembarangan dan mencopot hiasan pohon cemara dan topi merah seenaknya.

Untuk mengatasi intoleransi maka cara pertama adalah melalui pendidikan. Seharusnya sejak TK anak-anak diajari tentang menenggang rasa dan bagaimana cara untuk terus toleran terhadap orang lain. Mereka harus paham bahwa perbedaan itu biasa di masyarakat, jadi tidak boleh memaksakan pendapatnya.

Para murid juga diajari untuk tidak berbuat intoleran dan seenaknya sendiri. Dalam hidup bermasyarakat sudah seharusnya mereka berbuat adil dan cinta damai, serta tidak boleh mengejek orang lain yang berbeda. Jika ada yang termasuk minoritas maka tidak boleh dibully, karena sama-sama WNI yang memiliki hak hidup dan beraktivitas secara normal di negeri ini.

Cara selanjutnya dalam menangani intoleransi adalah dengan jalur hukum alias dibuat UU khusus, sehingga jika ada yang berbuat intoleran bisa langsung ditindak oleh aparat. Intoleran adalah sebuah kejahatan karena ia memecah persatuan bangsa. Jika sudah ada payung hukumnya, maka kelompok radikal tidak akan berani untuk mengacau dan bersikap intoleran di negeri ini.

Intoleransi wajib diberantas karena bisa menyebabkan perpecahan di kalangan masyarakat. Kelompok radikal yang intoleran juga harus diusir dari Indonesia, karena mereka tidak memahami bahwa perbedaan itu indah dan negeri ini memang majemuk. Sedangkan mereka selalu seenaknya dan sering memaksakan pendapat, serta tidak mau bertoleransi.


)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa cikini


Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda