Mengapresiasi Penurunan Utang Indonesia - Seputar Sumsel

Selasa, 19 Juli 2022

Mengapresiasi Penurunan Utang Indonesia



Oleh : Putu Prawira )*

Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia kembali turun pada Mei 2022, dengan demikian penurunan sudah terjadi dalam 3 bulan beruntun. Penurunan tersebut terjadi baik dari utang pemerintah maupun swasta. Penurunan utang ini perlu mendapat apresiasi luas dari masyarakat sebagai wujud komitmen Pemerintah menjaga portofolio utang maupun mengurangi ketergantungan terhadap pihak asing.

Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa ULN bulan Mei turun 3,8 miliar US Dollar dari bulan sebelumnya menjadi 406 miliar US Dollar atau sekitar Rp 6.094 triliun (kurs tengah BI 14 Juli Rp 14.999/US Dollar). Dibandingkan Mei 2021, ULN tersebut mengalami kontraksi 2,6% year on year (yoy). Utang pemerintah tercatat mengalami penurunan 3 bulan beruntun, menjadi sebesar 188,2 Miliar US Dollar.

Sama dengan bulan sebelumnya, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang kembali membayar Surat Berharga Negara (SBN) jatuh tempo, serta investor asing yang banyak melepas obligasi Indonesia menjadi penyebab penurunan ULN pada bulan Mei.

Data dari BI menunjukkan pembayaran utang SBN pada Mei mencapai 1.175 miliar US Dollar dengan pokok sebesar 1,066 Miliar US Dollar dan bunga 109 US Dollar. Dalam rilis reminya BI menuliskan, Pinjaman luar negeri mengalami sedikit kenaikan dari bulan sebelumnya, terutama pinjaman bilateral dari beberapa lembaga partner yang ditujukan untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek prioritas.

Kemudian investor asing yang terus melepas SBN juga membuat ULN menurun. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPRR) Kementerian Keuangan pada akhir Mei kepemilikan asing di pasar SBN mencapai Rp 795,73 triliun, atau berkurang Rp 32 triliun dari akhir April.

Besarnya capital outflow tersebut akibat bank sentral Amerika Serikat (AS) yang agresif menaikkan suku bunga, sehingga memicu kenaikan imbal hasil obligasi AS. Sementara itu, berdasarkan kreditor, dari 5 besar negara hanya utang ke Hong Kong yang mengalami kenaikan.

Utang ke Singapura mengalami penurunan 3 bulan beruntun dan utang ke Jepang turun 2 bulan beruntun. Utang ke AS yang melonjak dan mencetak rekor tertinggi pada April mengalami penurunan 34 Juta US Dollar, menjadi 34,864 Miliar US Dollar.

Utang ke China juga mengalami penurunan 2 bulan beruntun. Pada bulan Mei nilainya sebesar 21,779 miliar atau Rp 326,7 triliun, turun sekitar Rp 2,9 triliun dari sebelumnya. Dari total uang ke China, utang pemeirntah hanya 1,58 Miliar, sementara utang swasta 20,19 miliar US Dollar.

Setelah mengalami peningkatan hingga 3,5 miliar US Dollar pada April, ULN swasta pada bulan Mei akhirnya mengalami penurunan 1.5 miliar US Dollar.  BI menyebutkan, posisi ULN swasta pada Mei 2022 tercatat sebesar 209,4 miliar US Dollar, turun dari 210,9 miliar US Dollar pada April 2022.

Sementara persentase penurunan tersebut tercatat sebesar 0,7% (yoy). Pembayaran pinjaman dan surat utang yang jatuh tempo, khususnya perusahaan non-finansial menjadi pemicu penurunan ULN swasta.

Sementara menurut laporan dari BI, berdasarkan sektornya ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan, dengan pangsa mencapai 77,3% dari total ULN swasta. ULN tersebut tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 74,4% terhadap total ULN swasta.

Dengan penurunan ULN pemerintah dan swasta tersebut, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) turun menjadi 32,3% dari sebelumnya 32,6%. Lancarnya pembayaran utang oleh pemerintah ini rupanya didorong oleh penerimaan negara yang terus membaik. Apalagi ada lonjakan harga komoditas internasional yang muncul layaknya ‘durian runtuh’. Sehingga dalam empat bulan pertama tahun ini, APBN surplus sampai Rp 103,1 triliun atau 0,58% dari PDB.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risoko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman menuturkan, salah satu berita baiknya dengan adanya kenaikan harga komoditas yang cukup tinggi seperti batubara, sawit dan sebagainya, hal itu ternyata juga berdampak terhadap membaiknya sisi penerimaan negara.

Luky  juga menerangkan, jika kita lihat sampai dengan 4 bulan pertama sampai bulan April yaitu mengalami surplus, hal itu ternyata sangat jarang APBN bisa surplus sampai dengan 4 bulan pertama ini.

Pendapatan negara tercatat Rp 853,6 triliun dan belanja negara mencapai Rp 750,5 triliun. Keseimbangan primer dari APBN per April 2022 juga tercatat surplus hingga Rp 220,9 triliun. Pembiayaan turun menjadi Rp 142,7 triliun. Penurunan ini tentu saja patut diapresiasi, apalagi di tengah badai inflasi yang mendera beberapa negara di dunia, Indonesia justru bisa tetap menunjukkan kekuatannya hingga mampu menurunkan jumlah ULN baik swasta maupun negara.


)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini 


Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda