Nasionalisme Tangkal Hoaks dan Radikalisme - Seputar Sumsel

Senin, 18 Juli 2022

Nasionalisme Tangkal Hoaks dan Radikalisme



Oleh : Alif Fikri )*

Penyebaran radikalisme dan hoaks masih menjadi ancaman bersama di era digital seperti saat ini. Oleh sebab itu, diperlukan penguatan nasionalisme yang efektif menangkal ancaman tersebut.

Seiring berkembangnya teknologi dan semakin banyaknya masyarakat yang memanfaatkan kecanggihan internet, hoaks ataupun berita bohong dapat dengan cepat menyebar ke berbagai gawai.  Informasi di Internet dapat menyebar dengan sangat cepat hanya dengan 2 kali klik saja. 

Masyarakat diharapkan untuk selalu bijak dalam menggunakan internet. Ada dua hal yang harus dihindari dan diwaspadai ketika kita mengakses internet, yang pertama adalah kabar bohong atau hoax dan radikalisme. Sehingga penting bagi kita untuk memiliki literasi tentang wawasan kebangsaan dan kemajemukan, agar dapat menangkal kabar bohong dan paham radikalisme.

Gandi Sucipto dari Digimom Indonesia dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengatakan, berdasarkan survei, alasan seseorang mengakses internet, sebagian besar adalah untuk mendapatkan informasi. Kemudian Gandi menuturkan bahwa alasan lain adalah untuk menemukan ide dan inspirasi, serta untuk mencari teman dan keluarga, termasuk media sosial. Ia menyebutkan bahwa media sosial yang paling banyak digunakan oleh warganet di tanah air adalah WhatsApp, Instagram, Facebook serta TikTok.

Di sisi lain, tidak hanya bermanfaat, internet maupun media sosial juga mengandung banyak hal negatif seperti masifnya peredaran berita bohong atau hoax. Oleh sebab itu, warganet juga harus bijak dalam memeriksa kebenaran informasi serta dapat menyaring berita sebelum menyebarkannya ke media sosial.

Semestinya berbagai macam aplikasi media digital yang sering digunakan, seharusnya bisa menjadi ajang untuk memberikan dukungan kegiatan kolaboratif dan interaksi antar pengguna secara positif.

Staff Dokumentasi Prokopim sekaligus Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi Singkawang, Charis Dominggus menuturkan, kemudahan dan semakin canggihnya teknologi digital, menjadi tantangan baru dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Dominggus mencontohkan, misal mengaburnya wawasan kebangsaan, menipisnya nilai keopanan dan kesentunan, serta ancaman radikalisme melalui media sosial.

Radikalisme sendiri dapat diartikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan pembaharuan sosial dan politik melalui cara kekerasan dan drastis. Anggota kelompok ini akan selalu menunjukkan bahwa ideologinyalah yang paling sempurna, dan kelompok yang berseberangan layak untuk dimusuhi bahkan kalau perlu diteror.

Dengan demikian, masyarakat dituntut untuk terus meningkatkan literasi digitalnya agar bisa menangkal tebaran informasi yang mengandung terorisme dan radikalisme di dunia internet. Internet ataupun media sosial, sudah sepatutnya menjadi ruang yang mendukung untuk belajar dan berinteraksi sebagaimana yang dilakukan di dunia nyata.

Muhammad Aswad selaku Relawan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia sekaligus Guru MA Darul Ihsan Samarinda menilai, dalam memanfaatkan media digital, warganet harus dapat mengelola rekam jejak agar tidak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Menurut Aswad, apapun aktivitas yang dilakukan seseorang di internet akan menghasilkan jejak, baik secara aktif dan pasif. Sehingga, warganet harus berhati-hati dalam menyebarkan informasi di media sosial, yaitu dengan memeriksa kembali fakta dan memverifikasi sumbernya.  Dirinya berujar, dalam memanfaatkan internet, masyarakat harus mampu menghindari konten negatif, informasi bohong, ujaran kebencian dan penghinaan, masalah judi, asusila dan pornografi, serta ancaman penipuan dan pemerasan.

Beragam hoax yang beredar di sosial media tentu saja dapat menimbulkan benih-benih permusuhan dan perpecahan bangsa. Oleh karena itu, melakukan perlawanan terhadap berita bohong dan hoaks merupakan bentuk nasionalisme yang dapat dilakukan oleh masyarakat pada masa kini.

Fenomena hoax merupakan sebuah kenyataan sejarah. Keberadaannya sering kali merusak keharmonisan kehidupan bermasyarakat.  Oleh karena itu sudah saatnya kita bersinergi untuk secara tegas melawan hoaks yang bisa muncul di gawai kita tanpa mengenal waktu. Apalagi dengan sebagian masyarakat yang berpendidikan rendah, mereka tentu sangat rawan akan berita yang menyesatkan.

Hoaks yang menyebar tanpa mengenal waktu tersebut bisa berdampak buruk terutama pada generasi muda pengguna gawai. Selain itu, Hoaks juga dapat memicu perpecahan, baik antar individu maupun antar kelompok tertentu. Dan yang mengerikan Hoaks dapat membuat fakta tidak lagi dipercaya, sejarah bisa bias dan menjadi keliru akibat berita-berita Hoaks yang disampaikan secara terus menerus.

Perlu diketahui bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika RI memiliki program Gerakan Nasional Literasi Digital, program tersebut diharapkan dapat mendorong masyarakat dalam menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif dan produktif. Kegiatan tersebut dikhususkan bagi para pegiat komunitas di wilayah Kalimantan dan Sekitarnya.

Kegiatan ini tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis dan kreatif di era industri 4.0. 

Penguatan nasionalisme menjadi sangat penting untuk terus ditumbuhkan di era siber dan jangan sampai kecanggihan teknologi justru menggerus semangat cinta tanah air terutama bagi para warganet yang dalam kesehariannya memanfaatkan internet dalam berkomunikasi. Dengan semangat nasionalisme tersebut, masyarakat diharapkan memiliki tameng pelindung dari paparan radikalisme dan berita hoaks.


)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Insititute 


Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda