Pakar Hukum Desak RKUHP Segera Disahkan - Seputar Sumsel

Kamis, 13 Oktober 2022

Pakar Hukum Desak RKUHP Segera Disahkan


Oleh : Rizki Kurnia )*

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) wajib segera disahkan untuk menggantikan KUHP, karena kitab ini terlalu kuno dan usianya sudah di atas 100 tahun. Oleh karena itu para pakar hukum mendesak DPR agar RUU ini segera diresmikan. Tujuannya untuk mengubah paradigma hukum di Indonesia.

KUHP adalah kitab besar sebagai pegangan bagi hukum pidana di Indonesia. Namun banyak orang yang baru tahu bahwa KUHP merupakan hukum warisan Belanda di masa penjajahan, yang bernama Wetboek van Strafecht. Produk hukum ini disahkan tahun 1918 di Hindia Belanda (nama Indonesia sebelum merdeka).

Oleh karena itu KUHP harus cepat diganti dengan RKUHP. Penyebabnya karena tidak mungkin sebuah negara merdeka, memakai UU ketika masih dijajah oleh bangsa lain. Jika RKUHP tidak cepat disahkan maka sama saja Indonesia belum merdeka secara konstitusional.

Benny Riyanto, Pakar Hukum dari Universitas Negeri Semarang, menyatakan bahwa pengesahan RKUHP menjadi UU akan meninggalkan produk hukum kolonial Belanda. Selanjutnya, akan membawa hukum pidana Indonesia menuju hukum yang lebih modern dan mencerminkan nilai asli bangsa.

Dalam artian, RKUHP wajib segera disahkan untuk menggantikan KUHP, karena KUHP bukan buatan orang Indonesia. Bagaimana bisa warga Indonesia disuruh untuk mematuhi hukum, padahal pasal-pasal dalam KUHP bukan buatan orang Indonesia?  Alangkah anehnya jika ada orang yang ngotot dan tak setuju akan RKUHP, sementara ia tidak paham bagaimana sejarah KUHP di Indonesia.

Jika RKUHP sudah disahkan maka akan membawa masyarakat Indonesia menuju hukum yang lebih modern. Di mana saat ini Indonesia mengikuti sistem hukum barat. Namun sistem hukum modern adalah konsep hukum yang mengintegrasikan antara kenekaragaman budaya, adat istiadat, dan agama. Penyebabnya sistem hukum barat dinilai tidak berimbang.

Oleh karena itu dalam RKUHP, hukum adat (living law) diperbolehkan untuk dijadikan acuan hukum dan pelanggarnya bisa dipidana. Apalagi banyak masyarakat yang adatnya masih kuat, seperti di Papua, Bali, dan Batak. Hukum adat diberlakukan agar tidak ada orang yang berani melanggar peraturan adat. Hukum adat juga tidak bertentangan dengan hukum negara.

Dengan adanya living law maka akan lebih mencerminkan nilai bangsa. Penyebabnya karena Indonesia memiliki produk hukum, yang dibuat oleh orang Indonesia, dan mencerminkan nilai bangsa yang berbudaya. Adanya hukum adat tidak diabaikan begitu saja. Akan tetapi melengkapi hukum di Indonesia, sekaligus meneguhkan posisi masyarakat adat.

Benny melanjutkan, pengesahan RKUHP sangat penting sebagai legacy atau warisan bangsa. Terutama perubahan paradigma hukum, yakni perubahan yang bersifat restoratif dan rehabilitatif. Dalam restorative justice, pelaku kejahatan memulihkan kerugian dan berdamai dengan korban.

RKUHP mendukung restorative justice yang merupakan prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara, yang dapat dijadikan instrumen pemulihan dan sudah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung. Contoh dari restorative justice adalah ketika ada nenek tua yang terpaksa mencuri singkong karena kelaparan. Korban berdamai dengan pelaku karena merasa kasihan, karena sang nenek benar-benar terpaksa melakukannya.

Namun bukan berarti RKUHP mendukung restorative justice dan akan ramah bagi semua tersangka kasus pidana. Penyebabnya karena kasus pidana yang bisa masuk dalam restorative justice adalah tipiring (tindak pidana ringan) dengan hukuman maksimal 3 bulan. Penerapan restorative justice selama ini masih tergantung kebijakan hakim.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Sharif,  juga mendukung agar RKUHP segera disahkan. Menurutnya, RKUHP mendukung hukum modern yang berbeda jauh dari hukum di masa lampau. Di mana ketika KUHP dibuat, berdasarkan asas balas dendam. Sedangkan  hukum modern menitikberatkan pada upaya rehabilitatif.

Dalam artian, penjara bukanlah tempat yang mengerikan dan dihuni oleh para penjahat besar. Namun fungsinya berubah, dan namanya diganti juga menjadi lembaga pemasayarakatan (lapas). Tujuannya adalah pembinaan sehingga para tersangka menjadi manusia yang baik, yang tidak akan mengulangi kejahatannya.

Hukum modern fokus pada upaya rehabilitatif sehingga tidak akan ada penjahat yang jatuh ke lubang yang sama alias jadi residivis. Mereka dicegah untuk melakukan kejahatan ulang dan bertobat, serta tidak mau mengulangi perbuatannya lagi saat sudah dibebaskan. Dengan demikian masyarakat akan lebih aman karena kejahatan akan berkurang.

Selain itu, dalam RKUHP, pidana penjara adalah pilihan paling akhir, dan ada opsi bayar denda. Hal ini dilakukan karena banyak lembaga pemasyarakatan yang over capacity. Selain itu untuk mencegah seseorang melakukan kejahatan kecil, hanya karena ingin dapat makan gratis selama dipenjara. Tentu hal ini diberlakukan untuk tindak pidana ringan, bukan kejahatan seperti korupsi.

Banyak pakar hukum yang mendesak agar RKUHP segera disahkan. Penyebabnya karena wacana mengenai RUU ini sudah puluhan tahun, bahkan sejak masa orde baru. Sekaranglah saat yang tepat untuk mengesahkan RKUHP, yang akan menyempurnakan hukum pidana di Indonesia.

)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda