Sosialisasi di Pontianak, MAHUPIKI dan Pakar Hukum Pastikan KUHP Baru Akomodir Kepentingan Masyarakat Luas - Seputar Sumsel

Kamis, 19 Januari 2023

Sosialisasi di Pontianak, MAHUPIKI dan Pakar Hukum Pastikan KUHP Baru Akomodir Kepentingan Masyarakat Luas

Pontianak – Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) bersama sejumlah pakar hukum melakukan sosialisasi KUHP baru di Pontianak Kalimantan Barat. KUHP Baru penting untuk di sosialisasikan agar masyarakat dapat memahami substansinya dan masyarakat tidak mispersepsi terhadap aturan hukum pidana yang dibuat oleh anak bangsa.

Hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut, Guru Besar Hukum Universitas Diponegoro Prof. Dr. H. R. Benny Riyanto, SH., M.Hum, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof Dr Pujiono SH., M.Hum dan Guru Besar FH UI, Prof.Dr.Topo Santoso, S.H., M.H.

“Upaya pembaruan KUHP dimulai sejak 1958 yang ditandai dengan berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN). Kemudian pada 1963 diselenggarakan Seminar Hukum Nasional I yang menghasilkan berbagai resolusi antara lain untuk merumuskan KUHP Nasional,” ungkap Guru Besar Hukum Universitas Diponegoro Prof. Dr. H. R. Benny Riyanto, SH., M.Hum, dalam acara sosialisasi yang digelar MAHUPIKI bekerjasama dengan Universitas Tanjungpura, di Pontianak (18/1).

Rancangan Undang-Undang tentang RUU KUHP, lanjut Prof Benny, pertama kali disampaikan ke DPR pada Tahun 2012 namun belum sempat dibahas dan pada tahun 2015 Presiden Joko Widodo menyampaikan kembali ke DPR serta menerbitkan Surat Presiden Nomor R-35/Pres/06/2015, tanggal 5 Juni 2015 yang ditindaklanjuti dengan pembahasan secara intensif selama lebih dari 5 (Lima) tahun.

“Jadi KUHP kita sudah aman dari syarat formil,” tegas Prof Benny.

Prof. Benny, dalam paparannya mengatakan, KUHP yang berlaku di Indonesia berasal dari Belanda dan memiliki nama asli Wetboek van Strafrecht voor Nederlansch Indie (WvS). Selain itu, KUHP lama juga belum mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa, apalagi mencerminkan dasar negara falsafah Pancasila.

Selain itu, Prof Benny juga mengungkap beberapa tindak pidana asli Indonesia, seperti tindak pidana terhadap ideologi negara (Pasal 188), Tindak Pidana memberitahukan/ menawarkan memiliki Kekuatan Ghoib (Pasal 252), dan Tindak Pidana melakukan Kumpul Kebo/Kohabitasi (Pasal 412). Dimana terkait kohabitasi adalah delik aduan.

Narasumber lain, pakar Hukum dari FH UI, Prof.Dr.Topo Santoso, S.H., M.H mengatakan bahwa terdapat 3 bagian paling penting, yakni tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, pidana dan pemidanaan. Seluruhnya akan mempengaruhi banyak hal lain dalam KUHP Nasional.

“Dalam KUHP lama belum dijelaskan dan diatur secara sistematis mengenai tindak pidana. Namun dalam KUHP Nasional dijelaskan bahwa tindak pidana adalah sebuah perbuatan yang sifatnya melawan hukum dan oleh living law juga dilarang,” ungkap Prof Topo.

Prof Topo menambahkan, KUHP baru juga menyesuaikan perkembangan yang terjadi pada perubahan hukum di dunia, sehingga ada tindak pidana yang pelakunya tidak memiliki kesalahan namun bisa dihukum, akan tetapi sebagai pengecualian tertentu dan harus ditulis dengan jelas, yang penting semua unsurnya telah terpenuhi dan harus sangat eksplisit disebutkan dalam UU.

“Tujuan pidana sekarang bukan retributif atau untuk membalas, namun justru untuk perlindungan,” paparnya.

Sementara itu, Guru besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Dr. Pujiyono, SH. M.Hum., mengungkapkan, terdapat 8 isu aktual UU KUHP, yakni Living Law, Aborsi, Kontrasepsi, Perzinaan, Kohabitasi, Perbuatan Cabul, Tindak Pidana terhadap Agama/Kepercayaan dan Tindak Pidana yang berkaitan dengan Kebebasan Berekspresi.

“Terkait living law, yaitu sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan terhadap hukum adat atau delik adat, akan tetapi tetap dibatasi oleh Pancasila dan UUD 1945,” ujar Pujiyono.

Pembuatan KUHP yang bisa dikatakan cukup lama ini sudah berupaya menyerap seluruh aspirasi dari banyak kalangan, mengambil pendekatan kemanusiaan atau orientasi pidana pada pelaku-korban-masyarakat. Dengan demikian, pemberlakuan KUHP nasional diharapkan dapat memberikan keadilan hukum bagi seluruh masyarakat.

Kegiatan sosialisasi yang dipandu oleh Presenter Berita Fristien Griec ini, dihadiri ratusan peserta, yang terdiri dari unsur Forkominda, akademisi, praktisi hukum, penegak hukum, Unsur Forkompimda, Toga, Tomas, mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya. Diharapkan kegiatan ini dapat menjadi sarana sosialisasi pembahasan terkait penyesuaian KUHP Nasional kepada elemen-elemen publik.

****

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda