Pakar BRIN: UU Cipta Kerja Jalan Keluar Pemulihan Ekonomi
Jakarta — Mahkamah Konstitusi telah menolak gugatan terkait UU Cipta Kerja pada tanggal 2 Oktober 2023, yang mengindikasikan bahwa undang-undang tersebut telah secara resmi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Menyusul keputusan tersebut, banyak kalangan masyarakat, khususnya para pakar, telah memberikan pandangan positif tentang UU Cipta Kerja, serta dampaknya terhadap pemulihan ekonomi Indonesia.
Seorang Pakar Demografi Sosial-Ketenagakerjaan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nawawi, M.A., Ph.D., memberikan pandangan yang mendalam bahwa sejak tahun 2003, ketika diadopsi UU 13/2003, hubungan industrial di Indonesia telah penuh dengan konflik. UU 13/2003 dianggap merugikan baik pekerja maupun pengusaha, dan seringkali diminta untuk direvisi, namun upaya tersebut selalu terhambat oleh berbagai kepentingan yang saling bertentangan.
“Selama 17 tahun UU 13/2003 itu berada, akhirnya di tahun kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia menemukan jalan keluar melalui UU Cipta Kerja karena kita tidak ingin berlama-lama berada di dalam konflik industrial terutama terkait dengan carut marut hukum ketenagakerjaan," ujarnya.
Nawawi menekankan Indonesia saat ini dihadapkan pada tantangan besar dalam hal ketenagakerjaan, dengan 2 juta pencari kerja yang masuk ke pasar tenaga kerja setiap tahun dan kekurangan kualifikasi tenaga kerja dengan pendidikan di bawah rata-rata SMP.
“Tantangan Indonesia saat ini sangat besar ketika terkait denga ketenagakerjaan. Setiap tahun terdapat 2 juta pencari kerja masuk ke pasar kerja. Belum lagi tantangan kuaitas tenaga kerja kita yang masih berpendidikan rata-rata di bawah SMP. Maka, jika tidak dijaga, tidak diciptakan suasana, iklim investasi yang baik, otomatis ini menyerap pekerja,” sambungnya.
Nawawi juga menjelaskan bahwa fleksibilitas pasar kerja diperlukan untuk mengikuti perubahan dalam ekonomi global yang sangat kompetitif. Dengan UU Cipta Kerja, pemerintah berupaya untuk meningkatkan efisiensi birokrasi, menyederhanakan proses perizinan, dan mengurangi hambatan dalam berbisnis.
"Kita tidak bisa lagi mempertahankan sistem produksi yang sangat kaku. Kita harus kuat dalam konteks ekonomi dan menjamin aturan ketenagakerjaan mendukung kegiatan ekonomi serta perlindungan pekerja," tegas Nawawi.
Fleksibilitas pasar kerja, yang telah diterapkan di banyak negara maju, membantu pekerja dengan keterampilan dan pengalaman untuk mendapatkan pekerjaan baru ketika mereka diberhentikan oleh perusahaan. Ini seharusnya memberikan manfaat bagi para pekerja, yang dapat berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pemulihan ekonomi, menurut Nawawi, memerlukan stabilitas ekonomi dan dukungan dari UU Cipta Kerja, yang akan menciptakan iklim investasi yang kondusif. World Bank telah menyoroti perlunya aturan ketenagakerjaan yang stabil, dan UU Cipta Kerja diharapkan akan mendukung hal ini.
Turut memberikan pandangan, Co-founder Forum Intelektual Muda, Muhammad Sutisna, M.Si, juga berbicara tentang pentingnya UU Cipta Kerja. Dia mencatat bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa UU ini memiliki kekuatan hukum yang mengikat. UU Cipta Kerja adalah langkah penting dalam reformasi ekonomi Indonesia untuk menghindari jebakan negara berpendapatan menengah di masa depan.
“Perlu diketahui, penerbitan UU Cipta Kerja adalah bagian dari reformasi struktural ekonomi Indonesia untuk menghindari jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income-trap) di masa depan. Langkah ini adalah kunci untuk meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi, mendorong inovasi, memperkuat kepastian berusaha, dan menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif melalui perbaikan kualitas peraturan dan regulasi di bawahnya,” kata Muhammad.
Dalam konteks efisiensi birokrasi, UU Cipta Kerja berupaya untuk mengurangi hambatan yang selama ini dihadapi oleh para pengusaha akibat birokrasi yang kompleks. Hal ini diharapkan akan meningkatkan efisiensi bisnis dan mengurangi biaya yang sebelumnya diperlukan untuk mematuhi regulasi yang rumit.
Reformasi ketenagakerjaan yang diusulkan oleh UU Cipta Kerja juga menjadi perhatian. Meskipun kontroversial, reformasi ini memberikan fleksibilitas kepada pengusaha dalam mengatur kontrak kerja dan jam kerja, sehingga mereka dapat menyesuaikan operasional dengan perubahan kondisi ekonomi.
“Mendukung UU Cipta Kerja adalah langkah yang penting untuk mendorong transformasi ekonomi Indonesia karena ke depan implementasi produk hukum ini memiliki potensi untuk meningkatkan investasi, memperbaiki iklim bisnis, dan menciptakan lapangan kerja. Pelaksanaannya pun dipastikan berjalan seiring dengan kepentingan masyarakat, pelestarian lingkungan, dan hak-hak buruh,” imbuh Muhammad.
Untuk memastikan manfaat yang berkelanjutan dari UU Cipta Kerja, Nawawi dan Sutisna setuju bahwa transparansi, partisipasi publik, dan pengawasan yang ketat diperlukan. Semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan bisnis, harus berperan aktif dalam memastikan bahwa implementasi UU Cipta Kerja berjalan sejalan dengan kepentingan masyarakat, pelestarian lingkungan, dan hak-hak pekerja. Dengan demikian, UU Cipta Kerja diharapkan dapat menjadi salah satu pilar pemulihan ekonomi Indonesia yang berhasil.
*