Putuskan Kepala Daerah Bisa Maju Pilpres, Pakar: MK Rawan Konflik Kepentingan
Jakarta – Mahkamah Konstitusi atau MK telah membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum. Putusan itu disampaikan pada Senin (16/10)
Keputusan tersebut menuai kritik dari beragam kalangan. Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengungkapkan bahwa MK tidak berwenang membuat atau merubah produk hukum seperti Undang-Undang.
Sebab, itu merupakan kewenangan dari lembaga legislatif yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“MK hanya berwenang memastikan produk hukum berjalan sesuai konstitusi, bukan membuat atau merubah hukum itu sendiri yang merupakan kewenangan lembaga legislatif” tuturnya dalam Diskusi yang digelar Koalisi Masyarakat Pemilu Kawal Pemilu Demokratis, Minggu (15/10) di Jakarta.
Dalam diskusi bertajuk "MK: Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Kekuasaan? Jelang Putusan MK Soal Batas Usia Capres-cawapres" tersebut, Bivitri menambahkan bahwa saat ini memang banyak elit politik yang melakukan manuver.
“Hal ini merupakan manuver politik untuk menekan bahwa gugatan usia merupakan keinginan publik” imbuhnya
Hal senada turut disampaikan oleh Muchamad Ali Safa'at selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB). Dalam paparannya yang disampaikan secara virtual, dirinya menilai putusan MK soal batas usia Capres-Cawapres rawan konflik kepentingan.
“Potensi konflik kepentingan dalam putusan batas usia Capres-cawapres cukup besar karena adanya hubungan kekeluargaan antara Presiden Joko Widodo dengan Ketua MK” jelasnya.
Dirinya pun mengingatkan agar MK tetap berlaku objektif dan bebas dari intervensi pihak manapun.
“MK harus memastikan kekuasaan kehakiman yang kredibel dan tidak terpengaruh oleh kepentingan apapun” pungkasnya.
Narasumber lainnya yakni Direktur Eksekutif Lingkar Madani menggambarkan jika dinasti politik menjadi tema yang membuat gejolak politik di tahun 1997-1998. Dan persoalan nepotisme jadi salah satu satu pemicu perlawanan rakyat disamping isu lain seperti korupsi dan kolusi.
Karena itu, Ray menilai gugatan batas usia Capres-Cawapres diduga merupakan upaya melanggengkan kekuasaan.
“Gugatan batas usia Capres-cawapres dapat diduga sebagai upaya menjaga kekuasaan di pemerintahan.” Jelasnya
Dirinya pun mendorong agar Bawaslu dievaluasi. Sebab, selama ini terkesan selalu menolak laporan dari pihak-pihak tertentu dengan berbagai dalih.
Kritik terhadap MK turut diutarakan Muhammad Isnur selaku Direktur Eksekutif YLBHI. Dirinya menilai Konflik kepentingan Ketua MK, Anwar Usman yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan Presiden Joko Widodo menunjukkan rendahnya integritas Hakim MK
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PHBI) Julius Ibranini menyampaikan hasil dari keputusan MK tidak pernah memperhatikan aspirasi publik.
Hal yang sama diutarakan Ketua Centra Initiative, DR. Al Araf bahwa keputusan MK saat ini banyak yang tidak konsisten.
"MK saat ini sudah mengalami degradasi karena banyaknya pelanggaran etik dan pidana yang dilakukan Hakim MK serta banyaknya putusan MK yang inkonsisten” jelasnya.
*