Mengapresiasi Keunggulan RKUHP - Seputar Sumsel

Jumat, 16 September 2022

Mengapresiasi Keunggulan RKUHP



Oleh : Alvin Aldisasmita )*

Hukum Pidana merupakan upaya hukum terakhir dalam penyelesaian sebuah perkara. Fungsi dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri adalah melindungi masyarakat dari kejahatan dan sebagai penyeimbang serta keselarasan dalam hidup bermasyarakat.

Kali ini, pemerintah tengah berupaya untuk melakukan revisi terhadap KUHP karena KUHP yang selama ini digunakan merupakan warisan Belanda, di mana di Belanda sendiri KUHP tersebut sudah tidak digunakan.

Dari banyaknya keunggulan yang terdapat dalam RKUHP, 17 di antaranya berbicara tentang bertitik tolak dari asas keseimbangan, rekodifikasi hukum pidana, tujuan dan pedoman pemidanaan, serta menjadi pertimbangan bagi hakim sebelum menjatuhkan pemidanaan.

Keunggulan lainnya adalah tentang adanya penentuan sanksi pidana dengan modified delphi method, putusan pemaafan oleh hakim, pertanggungjawaban pidana korporasi, mengutamakan pidana pokok yang lebih ringan dan perluasan jenis pidana pokok.

Kemudian keunggulan berikutnya adalah, adanya pembagian pidana dan tindakan ke dalam 3 kelompok (umum, anak, korporasi), mengatur pidana denda, penjatuhan pidana mati secara bersyarat dan mencegah penjatuhan pidana penjara TP maksimal 5 tahun.

Keunggulan lainnya adalah adanya pengaturan alternatif pidana penjara berupa pidana denda, pidana pengawasan dan pidana kerja sosial, mengatur pemidanaan pidana dan tindakan serta mengatur pertanggungjawaban mutlak dan pertanggungjawaban pengganti.

Dalam perancangan RKUHP ini, pemerintah juga membuka ruang kepada seluruh masyarakat untuk berpartisipasi dalam menyampaikan masukan terhadap berbagai pasal di RKUHP melalui platform PARTISIPASIKU.

Di sisi lain RKUHP yang baru dinilai memiliki ketegasan dan keadilan hukum yang lebih baik daripada produk hukum sebelumnya.

DR. Surastini Fitriasih, SH. MH, selaku dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia mengungkapkan, Keunggulan dari RUU KUHP tersebut ada pada alternatif sanksi. Pidana penjara bisa diganti denda, pidana denda bisa diganti dengan pengawasan atau kerja sosial.

Salah satunya adalah tindak penggelandangan. Dalam KUHP yang baru tindakan tersebut tidak selalu bisa dinilai sebagai tindak pidana. Pada pasal tersebut telah dijelaskan adanya pelarangan menggelandang yang merupakan batasan untuk menjaga ketertiban umum. Maka sanksinya bukan perampasan hak kemerdekaan namun hanya pidana denda atau sanksi alternatif lainnya.

Pemerintah juga dinilai serius dalam menyempurnakan beleid ini dengan upaya pelibatan seluruh komponen bangsa untuk mendiskusikannya. Langkah tersebut diyakini bukan hanya memberikan kepastian hukum yang konkret, tetapi juga membawa Indonesia menghasilkan hukum modern serta mencerminkan nilai luhur bangsa.

Yasonna H. Laoly selaku Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) mengatakan bahwa RKUHP karya bangsa Indonesia merupakan simbol peradaban bangsa yang merdeka dan berdaulat. Dirinya juga mengatakan bahwa Indonesia sudah saatnya meninggalkan KUHP yang merupakan produk kolonial Belanda.

RUU KUHP nasional yang disusun sebagai sebuah simbol peradaban suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat sehingga seyogyanya dibangun dan dibentuk dengan mengedepankan prinsip nasionalisme.

Yasonna juga berharap, dengan adanya sosialisasi RKUHP, masyarakat akan memiliki pemahaman yang komprehensif terkait maksud, tujuan, prinsip dan isi RKUHP untuk melancarkan proses pembahasan RKUHP di DPR RI.

Dengan adanya pemahaman masyarakat terhadap RKUHP diharapkan dapat memberi efek signifikan atas kelancaran proses pembahasan RKUHP di DPR RI. Kelancaran tersebut tentu saja akan bermuara pada pengambilan keputusan atas persetujuan RKUHP menjadi KUHP. Pihaknya juga berharap agar produk hukum dari Belanda ini bisa diubah dengan karya anak bangsa sendiri.

Yasonna juga turut mengapresiasi kepada seluruh masyarakat yang telah berpartisipasi dalam penyusunan RKUHP tersebut. Oleh karena itu perbedaan pemahaman dan pendapat dalam pengaturan RKUHP merupakan kontribusi positif dan pemerintah perlu menyikapinya dengan melakukan dialog yang komprehensif dan menyeluruh dari seluruh elemen bangsa.

Berkaitan dengan partisipasi publik atas RKUHP, Yasonna mengungkapkan bahwa pada tahun 2021, pemerintah telah melaksanakan dialog publik yang diselenggarakan di 12 kota di Indonesia setelah mengalami penundaan pada 2019.

Pada tahun 2022, pemerintah akan kembali melaksanakan dialog publik di 11 kota di Indonesia dalam rangka partisipasi publik yang bermakna. Dirinya juga menegaskan bahwa kunci keberhasilan perumusan undang-undang terletak pada sosialisasi yang perlu dilakukan secara masif.

Sementara itu, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo mendorong agar RKUHP dapat segera disahkan. Pasalnya, KUHP yang merupakan produk kolonial sudah tidak relevan dengan nilai-nilai Pancasila.

Dalam KUHP saat ini juga terdapat ketimpangan dominasi, di mana produk hukum ini dipakai oleh kolonial untuk menindas rakyat kecil. Hal tersebut tentu saja harus diubah, karena tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Beragam pro dan kontra dalam perumusan RKUHP memang sebuah keniscayaan, tetapi kenyataannya KUHP yang lama tidak lebih baik dari RKUHP yang disusun sekarang.

RKUHP saat ini perlu untuk disahkan, produk hukum tersebut merupakan karya anak bangsa yang perlu didukung, karena bagaimanapun juga, KUHP yang lama sudah dianggap tidak releven untuk saat ini dan yang akan datang.


)* Penulis adalah kontributor Persada Institute 


Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda