Mencegah Penyebaran Radikalisme ke Institusi Pendidikan - Seputar Sumsel

Jumat, 29 Oktober 2021

Mencegah Penyebaran Radikalisme ke Institusi Pendidikan



Oleh : Muhamad Syauqi )*

Radikalisme merupakan ideologi yang bisa saja menyusup di banyak tempat, bahkan ideologi ini juga dapat menyusup ke dalam institusi pendidikan seperti kampus hingga pesantren. Seluruh pihak diharapkan dapat bersinergi untuk menangkal paham anti Pancasila tersebut. 

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas secara tegas mengatakan, bahwa di pesantren tidak ada paham radikal. Dirinya menyatakan bahwa selama ini pesantren mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam yang moderat kepada para santri.  Dirinya juga mengatakan, kalau ada pesantren yang men gajarkan paham radikal, artinya itu pesantren quote and quote, harus dilihat betul apakah itu pesantren atau tidak.

Ia menilai bahwa pesantren merupakan tempat yang paling aman bagi anak-anak untuk bisa dididik akhlak, budi pekerti dan karakternya. Ia pun tidak menafikan jika ada pesantren yang masih memiliki sarana dan prasarana untuk belajar mengajar. 

Di tengah keterbatasan itu, Yaqut mengatakan bahwa pemerintah akan terus memberikan berbagai kebijakan afirmasi kepada pondok pesantren. Hal tersebut ditujukan agar pesantren bisa terus maju dan mendidik santri yang tetap berkarakter unggul ke depanya.

Radikalisme dinilai sangat dekat dengan bibit-bibit terorisme yang sangat membahayakan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.  Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar menegaskan, bahwa ulama memiliki peran yang sangat besar dan penting dalam mencegah paham radikal.

Apalagi dalam kesehariannya para ulama bertemu dengan kalangan pondok pesantren yang erat kaitannya dengan para santri. Ulama memiliki peran yang besar dalam memberikan edukasi kepada masyarakat dan terhadap para santrinya mengenai bahaya paham radikal terorisme. Boy Rafli mengungkapkan, dengan adanya edukasi dari ulama, masyarakat dan santri dapat tetap waspada terhadap ajakan yang menyesatkan, seperti radikal terorisme yang membahayakan keutuhan bangsa.

Pada kesempatan Berbeda, Kepala Staff Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan, sikap radikalisme dan intoleran adalah ancaman nyata sebab hal ini bisa merusak integrasi bangsa, melumpuhkan kekuatan dan keyakinan ideologi bangsa. Mantan Panglima TNI tersebut juga menyatakan, bahwa pesantren bisa mencegah paham radikal yang ada di tengah masyarakat.

Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Putranto mengatakan, generasi muda cenderung kurang waspada terhadap isi informasi yang menyebar di media sosial. Ancaman masuknya paham radikalisme yang banyak dipengaruhi pola seperti ISIS, hal ini tentu saja menjadi trigering bersama untuk mencegah penyebaran radikalisme sejak dini.

Media sosial seperti telegram, facebook hingga twitter, dimanfaatkan oleh kelompok radikalis ataupun teroris untuk menyebarkan ideologinya. Biasanya mereka mengawalinya dengan membuat narasi keresahan terhadap pemerintah.  Anak muda yang sedang memasuki fase pencarian jati diri kemungkinan akan dengan mudah tenggelam dalam narasi yang berujung pada doktrin yang meruntuhkan nilai kebangsaan. Seperti menganggap pancasila itu thagut, mengajak untuk membenci demokrasi dan yang paling parah merekrut mereka untuk berperang dengan alasan jihad.

Faktanya, pola penggunaan media sosial oleh kelompok radikal tidak hanya dilakukan di Indonesia. Maka jangan heran jika kita menemukan anggota ISIS dengan wajah dari berbagai daerah. Sebelumnya, direktur Wahid Institute Yenny Wahid mengungkapkan hasil survey yang menunjukkan ada sekitar 58 persen anggota Rohis di sekolah-sekolah ingin berjihad ke negara rawan konflik. Anak-anak yang disasar dalam survei ini bukanlah anak-anak sembarangan. Tetapi mereka adalah anak-anak yang paling pintar di sekolahnya.

Hal tersebut jelas menjadi alarm bagi semua pihak untuk senantiasa menjaga anak muda dari pengaruh ajakan tentang radikalisme. Tentu saja kita tidak bisa menjudment, tidak semua anak rohis menginginkan untuk berjihad dengan mengangkat senjata.

Jika hal tersebut terjadi di sekolah, maka sudah sepatutnya paham radikal bisa ditangkal dalam lingkungan pesantren. Jangan sampai para santri memiliki salah tafsir dalam memaknai kata jihad.

Pondok pesantren sudah semestinya menjadi tempat yang nyaman untuk belajar agama, selain itu pondok pesantren haruslah menjadikan para santri menjadi seseorang yang santun dalam menyampaikan dakwah.

Radikalisme dapat menyusup ke mana saja, dari wilayah perkotaan yang ramai, hingga ke dalam pelosok desa yang sepi dan sunyi. Paham tersebut dihembuskan secara sembunyi-sembunyi, bahkan hingga ke dalam lingkaran akademisi, sehingga perlu adanya upaya konkrit untuk menangkal paham tersebut khususnya di lingkungan pesantren.


)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute 



Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda