Pengesahan RKUHP Hapus Aturan Warisan Kolonial - Seputar Sumsel

Rabu, 28 September 2022

Pengesahan RKUHP Hapus Aturan Warisan Kolonial


Oleh : Alula Khairunisa )*

Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dicanangkan oleh pemerintah perlu mendapat dukungan masyarakat. Hal tersebut karena tujuan utamanya adalah supaya bisa menghapus seluruh aturan warisan dari kolonial Belanda, yang mana memang sudah ditemui banyak sekali ketidakcocokan jika masih terus dipaksakan diterapkan di jaman modern seperti saat ini.

Pemerintah sudah memiliki rencana untuk segera mengganti KUHP lama yang merupakan sumber sistem aturan hukum dan mengikat di tengah kehidupan bermasyarakat di Indonesia, menjadi RKUHP. Guru besar ilmu hukum Unissula, Prof Dr Sri Endah W menyatakan, RUU KUHP dibuat untuk nantinya menggantikan KUHP/Wet Boek van Strafrech (WvS) warisan Belanda sejak 1918.

Prof Dr Sri Endah dalam pergelaran forum pernyataan sikap para dosen di lingkungan Fakultas Hukum (FH), Unissula tersebut menambahkan bahwa KUHP yang berlaku saat ini di Indonesia tersebut disahkan melalui Staatsblad sejak tahun 1915 silam nomor 732. Maka dari itu dirinya menegaskan bahwa kampus sangatlah mendukung supaya RUU KUHP bisa dengan secepatnya disahkan oleh pemerintah.

Dengan bagaimana perkembangan jaman yang terjadi begitu pesat seperti sekarang ini di Indonesia, tentunya ketika masih terus menggunakan KUHP lama menjadi rujukan utama sistem hukum di Indonesia, maka sudah banyak terjadi ketidakcocokan sehingga memang sudah harus dengan segera diganti agar nantinya relevansi mengenai sistem hukum utama yang diterapkan di Indonesia bisa sesuai dengan perubahan jaman yang terjadi.

Bagaimana tidak, pasalnya Guru Besar Ilmu Hukum di Unissula tersebut menegaskan bahwa KUHP/Wvs sebagai hukum pidana di Indonesia sarat dengan filosofi individualisme, liberalisme, sekularisme, serta tidak berkeadilan. Tentunya seluruh poin-poin tersebut sama sekali tidak cocok jika diterapkan di Indonesia dengan landasan ideologis Pancasila sebagai dasar negara. Selain itu, karakter masyarakat Indonesia sendiri sudah sejak dulu bukanlah merupakan masyarakat yang individualis dan sekuler.

Oleh karena itu, sudah tidak terdapat alasan lagi untuk membantah agar supaya rekonstruksi akan sistem hukum di Tanah Air ini segera harus dilakukan. Muaranya, agar KUHP sesuai dengan nilai-nilai filosofi Pancasila yang merupakan dasar negara dan landasan penting pembangunan hukum di Indonesia.

Dengan adanya pergantian dari KUHP lama dalam RKUHP, yang mana memang merupakan asli rancangan dari anak Bangsa sendiri, maka tentunya seluruh nilai-nilai kehidupan yang tertanam dalam ajaran Pancasila akan bisa diterapkan dan ditegakkan dengan maksimal dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.

Senada, dengan Prof Sri Endah, Dekan Dr Bambang Tri Bawono kembali menegaskan bahwa pihak Fakultas Hukum Unissula sangatlah mendorong dan menyetujui agar RUU KUHP yang terdiri dari 628 pasal tersebut bisa segera disahkan. Menurutnya, aturan hukum yang anyar semestinya segera disahkan karena dibuat mendasari Pancasila oleh para pakar hukum sejak 1964.

Terbukti bahwa sebenarnya para pakar hukum di Indonesia sendiri sudah sejak lama mulai menyadari bahwa memang mulai ada hal yang kurang baik apabila masih terus saja menggunakan KUHP lama sebagai rujukan utama sistem hukum di Tanah Air. Melalui berbagai macam kajian yang lama dan juga komprehensif tersebut, sudah barang tentu akan menciptakan RKUHP yang sangat ideal untuk bisa menggantikan eksistensi KUHP lama peninggalan kolonial Belanda tersebut.

Dalam kesempatan yang berbeda, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej menyampaikan bahwa RUU KUHP merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyusun suatu sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda.

Selanjutnya, Wamenkumham menambahkan bahwa setidaknya terdapat lima poin penting yang menjadi misi utama dalam RKUHP tersebut. Poin pertama adalah mengenai upaya dekolonisasi. Sebagaimana banyak diketahui, bahwa memang KUHP lama merupakan sebuah sistem hukum yang dibuat oleh kolonial Belanda tatkala mereka menjajah Indonesia. Maka dari itu sangat penting adanya u paya menghilangkan nuansa kolonial dalam substansi KUHP lama, yaitu mewujudkan Keadilan Korektif-Rehabilitatif-Restoratif, Tujuan dan Pedoman Pemidanaan (Standard of Sentencing), dan memuat alternatif Sanksi Pidana, misal Pidana Pengawasan dan Pidana Kerja Sosial, jika tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Poin kedua yang menjadi misi dari RKUHP adalah mengenai adanya demokratisasi, karena dalam seluruh proses penyusunannya, memang RKUHP ini selalu mengedepankan diskusi dan keterlibatan banyak sekali pihak masyarakat. Kemudian poin ketiga adalah mengenai konsolidasi, yakni penyusunan Kembali ketentuan pidana dari KUHP lama dan sebagian UU Pidana di luar KUHP secara menyeluruh dengan Rekodifikasi (terbuka-terbatas). Tujuannya, menghimpun kembali aturan-aturan yang berserakan untuk dihimpun kembali ke dalam KUHP.

Kemudian, terdapat poin berupa harmonisasi, yang mana merupakan bentuk adaptasi dan juga keselasaran dari RKUHP yang selalu merespon bagaimana perkembangan hukum terkini, bahkan sama sekali tanpa mengesampingkan living law yang sudah ada di tengah masyarakat sejak jaman dulu. Dan poin terakhir adalah mengenai modernisasi, karena nantinya akan ada banyak hal yang disesuaikan ulang supaya benar-benar mampu diterapkan dalam kondisi jaman yang sudah sangat modern seperti sekarang ini.

Maka dari itu, sudah sepantasnya seluruh masyarakat Indonesia mampu turut serta mendukung sepenuhnya supaya RKUHP bisa benar-benar sesegera mungkin disahkan oleh pemerintah karena memang akan mampu mengganti dan bahkan menghapuskan aturan lama warisan dari kolonial Belanda yang sama sekali sudah banyak terjadi penyimpangan dan ketidaksesuaian jika ditarik ke dalam kondisi masyarakat kekinian.

)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda