Harmonisasi Antar Umat Beragama Wujudkan Kedamaian Natal - Seputar Sumsel

Minggu, 25 Desember 2022

Harmonisasi Antar Umat Beragama Wujudkan Kedamaian Natal


Oleh : Ridwan Putra Khalan )*

Hari Raya Natal dirayakan dengan penuh sukacita oleh umat kristiani dan masyarakat diminta untuk selalu mewujudkan situasi kondusif guna menyikapi perayaan tersebut. Harmonisasi antar umat beragama wajib pun dilakukan untuk menjaga kebhinekaan serta kedamaian perayaan Natal.

Bulan desember sangat dinanti oleh umat kristiani, karena dibulan tersebut terdapat perayaan Natal, tepatnya disetiap tanggal 25 Desember. Di hari raya itu, menjadi ajang berkumpul dengan keluarga dan sahabat. Sambil menikmati hidangan dan minuman, mereka berbahagia, karena bisa jadi hanya sekali setahun bertemu dengan saudara. Masyarakat Indonesia juga menyambut tahun baru dengan gembira.

Walau tidak merayakan Natal, umat dengan keyakinan lain saling menghormati dan toleransi. Mereka menjaga harmonisasi antar umat beragama karena menjaga Bhineka Tunggal Ika di Indonesia. Kegembiraan Natal tidak boleh teracuni oleh kekacauan yang disebabkan oleh bentrokan warga yang terpicu oleh isu SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan).

Di wilayah yang multi-agama, akan lebih indah jika tidak ada bentrokan antar umat, terutama saat Natal dan tahun baru. Fahrurozi Hassanusi, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Ambon, menyatakan bahwa keberagaman merupakan anugerah Tuhan yang wajib disyukuri, dirawat, dan dikembangkan. Keberagaman dimaknai dalam semangat Bhineka Tunggal Ika, yang menjadi semboyan Indonesia.

Fahrurozi menambahkan, Kota Ambon bisa maju karena faktor kerukunan antar umat yang terjaga. Kondisi yang damai akan menjadi modal sehingga Ambon menjadi wilayah yang masyarakatnya rukun dan harmonis. Warganya juga toleran dan menghormati umat yang akan merayakan Natal walaupun berbeda agama.

Dalam artian, kebhinekaan wajib dijaga karena Indonesia adalah negara pluralis dan mengakui 6 keyakinan. Dengan harmonisasi antar umat maka situasi akan menjadi damai. Masyarakat saling menghormati dan memahami kebahagiaan umat yang merayakan Natal yang hanya setahun sekali.

Konflik di Ambon sudah lama sekali berlalu dan menjadi pelajaran penting. Betapa berharganya toleransi dan kebhinekaan, baik di Indonesia bagian timur maupun barat. Saat ini masyarakat Ambon hidup harmonis, rukun, dan damai.

Toleransi , terutama saat Nataru, juga jadi hal yang wajib dilakukan agar Indonesia bisa selalu damai, tanpa ada kericuhan di mana-mana. Intoleransi wajib dihapus karena jika banyak yang bertengkar maka akan menggerogoti negara dari dalam. Jangan sampai kita hancur gara-gara kelompok radikal dan teroris yang intoleran, dan menjadi negara yang kacau karena pemerintahannya sangat otoriter.

Contoh dari membumikan toleransi yang paling mudah dilakukan adalah dengan menghormati hari raya umat dengan keyakinan lain. Jika tidak mengucapkan selamat hari raya maka tidak apa-apa, tetapi ketika mereka undang untuk makan-makan maka boleh saja datang sebagai bentuk penghormatan. 

Masyarakat bisa berteman walau memiliki perbedaan agama dan janganlah perbedaan ini menjadi ganjalan besar untuk bersahabat. Sementara umat bisa merayakan Natal dengan aman, jika tidak ada perpecahan atau gesekan yang berdasarkan isu SARA.

Walau ada penduduk yang tidak merayakan Natal karena bukan umat kristiani, namun mereka tetap menghormati hari raya tersebut. Caranya dengan tetap bersahabat, meski berbeda agama.

Perdamaian di Indonesia memang wajib dijaga agar tidak ada perpecahan antar umat, terutama di momen Natal dan tahun baru. Masyarakat menjaga filosofi Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu jua. Indonesia adalah negara multikultural dan multi-agama. Perbedaan bukan hal untuk dipermasalahkan.

Sementara itu, di Jombang diadakan silaturahmi dan harmonisasi perguruan silat se-Jombang. Bupati Jombang Hj. Mundjidah Wahab menyatakan bahwa ia berterima kasih karena ada pertemuan antar perguruan silat di Jombang. Nantinya akan ada sinergi antara perguruan silat dengan TNI dan Polri, untuk menjaga kondusivitas Jombang jelang nataru.

Gesekan antar perguruan silat bisa saja terjadi, seperti yang ada di daerah lain. Namun di Jombang dijaga agar tidak ada perpecahan. Masyarakatnya rukun dan damai serta tidak mempermasalahkan perbedaan antar perguruan. Mereka menjaga kebhinekaan karena sadar bahwa berada dalam 1 negara dan wajib untuk bersatu-padu.

Kebhinekaan dan persatuan wajib dijaga agar tidak ada gesekan, baik antar pesilat dari perguruan lain maupun antar umat dengan keyakinan lain. Perbedaan adalah sesuatu yang wajar dan tidak dipermasalahkan. Jangan ada provokator yang memanas-manasi dan membuat kerusuhan, karena jelang nataru pengamanan makin diperketat. Masyarakat wajib untuk waspada dan jangan malah jadi provokator.

Nataru harus dilalui dengan aman dan tertib. Caranya dengan harmonisasi antar umat beragama. Tiap orang harus jaga silaturahmi dan tidak boleh bermusuhan, meski keyakinannya berbeda. Kemudian, kebhinekaan juga diterapkan oleh masyarakat, dengan memahami perbedaan dan terus menjaga toleransi antar umat dengan keyakinan lain. Indonesia akan aman karena tidak ada kerusuhan berdasarkan isu SARA, ketika Nataru. 


)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara 


Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda