KUHP Baru Sejarah Bagi Penyelenggaraan Hukum Pidana di Indonesia - Seputar Sumsel

Kamis, 19 Januari 2023

KUHP Baru Sejarah Bagi Penyelenggaraan Hukum Pidana di Indonesia

Oleh: Eka Setiawan )*

Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) telah disahkan menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna DPR RI tanggal 6 Desember 2022 lalu. Pengesahan ini dilakukan dalam rapat paripurna DPR RI yang beragendakan pengambilan keputusan atas RUU KUHP.

Pengesahan ini merupakan momentum bersejarah bagi Indonesia dalam penyelenggaraan hukum pidana. Setelah bertahun-tahun menggunakan KUHP produk kolonial Belanda, Indonesia akhirnya memiliki KUHP sendiri yang lahir dari pemikiran anak bangsa. KUHP produk Belanda dirasa sudah tidak relevan lagi dengan kondisi, perkembangan situasi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia saat ini.

Pengesahan KUHP tersebut bukan hanya sekedar momen historis bangsa Indonesia, namun juga menjadi titik awal reformasi penyelenggaraan pidana melalui perluasan jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan ke pelaku tindak pidana.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, Benny Riyanto mengatakan disahkannya KUHP ini merupakan momentum besar bagi seluruh masyarakat Indonesia. Karena, kita telah berhasil mengganti produk hukum kolonial menjadi produk hukum monumental asli bangsa Indonesia.

Dalam acara sosialisasi yang digelar Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (Mahupiki) di Pontianak Kalimantan Barat, Prof Benny mengatakan, KUHP Nasional ini lahir melalui proses public hearing sehingga menampung seluruh aspirasi dari semua elemen masyarakat.

KUHP memang telah disahkan, namun dalam KUHP itu sendiri memiliki proses transisi atau aturan peralihan. Maka, masa transisi ini harus dijalani terlebih dahulu kurang lebih selama tiga tahun. Harapannya, selama tiga tahun ini cukup untuk pembentuk undang-undang baik DPR dan pemerintah dapat menyiapkan agar KUHP kita dapat dilaksanakan secara keseluruhan, serta dapat mensosialisasikannya kepada masyarakat luas.

Sementara itu, tujuan dari adanya masa transisi adalah untuk memberikan pemahaman yang lengkap kepada seluruh stakeholder, khususnya para penegak hukum dan akademisi-akademisi, sehingga konsep KUHP baru memang harus sosialisasikan. Masa transisi juga dimaksudkan karena ada beberapa amanah untuk dilaksanakan di dalam peraturan pelaksananya baik itu dalam PP maupun Perda.

Sosialisasi ke masyarakat merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam masa tiga tahun transisi ini. Namun, proses tersebut tidaklah mudah, karena membutuhkan kerja keras dari para penegak hukum maupun para dosen, khususnya yang mengajar hukum pidana.

Dalam kegiatan sosialisasi yang sama, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof Dr Pujiono SH., M,Hum. mengatakan bahwa tujuan pemidanaan ada pencegahan, pemasyarakatan atau rehabilitasi, penyelesaian konflik, penulihan keseimbangan dan penciptaan rasa aman, serta penumbuhan penyesalan terpidana.

Terkait pasal penghinaan kapal negara, yakni pasal 218 tentang dan 240, dijadikan delik aduan. Pasal tersebut tidak membatasi kebebasan pers. Pasalnya, tujuan pengaturan pasal 218 UU KUHP adalah untuk melindungi harkat dan martabat diri Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, dan tidak akan ada proses hukum tanpa adanya pengaduan yang sah dari pihak yang berhak mengadu.

Seperti kita ketahui bersama, bahwasannya KUHP merupakan produk peninggalan kolonial, yang tentunya dari basic idenya tetntu berbeda dengan basic ide yang dihayati, digunakan dalam konteks kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Hal yang harus dipahami terlebih dahulu bahwa di dalam hukum intinya ada norma dan value (nilai). Norma terbentuk karena ada ide dasar value yang mendasari.

Jika ide dasar KUHP ditelaah lebih dalam, maka KUHP peninggalan kolonial Belanda didasarkan pada nilai-nilai individual liberalism, sedangkan masyarakat Indonesia lebih banyak didasari oleh aspek-aspek monodualisme, atau bagaimana menempatkan individu di dalam konteks kemasyarakatan.

Menurut Prof.Dr.Topo Santoso, S.H., M.H, KUHP terdiri atas 624 pasal, terdiri dari 2 buku, Buku I aturan umum dan Buku II tindak pidana. Sementara dalam KUHP lama ada 3 buku.

Pada Bab I di Buku I, saat ini sudah mengakomodasi banyak perubahan di jaman modern, yang mana belum tercakup dalam KUHP lama, begitu juga asas-asas yang lain juga mengakomodir banyak perkembangan jaman modern.

Prof Topo juga menjelaskan tentang Trias Hukum Pidana, yaitu tindak pidana, petanggungjawaban pidana, serta pidana dan pemidanaan, dimana tujuan pemidanaan ada pencegahan, pemasyarakatan atau rehabilitasi, penyelesaian konflik, penulihan keseimbangan dan penciptaan rasa ama, serta penumbuhan penyesalan terpidana.

Disahkannya RUU KUHP menjadi UU merupakan satu peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia dan patut disyukuri oleh segenap elemen masyarakat Indonesia. Mengingat, UU KUHP yang telah disahkan oleh Komisi III DPR RI dan Pemerintah ini merupakan produk asli buatan (hasil karya) anak bangsa menggantikan KUHP sebelumnya yang merupakan warisan kolonial Belanda.

Sudah sepatutnya kita memberikan apresiasi dan rasa hormat kepada Pemerintah, DPR RI, pakar hukum pidana serta seluruh elemen masyarakat yang mendoakan, mengawal, mengkritisi dan mendorong terciptanya KHP karya bangsa Indonesia. Diharapkan dengan kehadiran KUHP baru ini dapat ikut membangun tatanan masyarakat yang lebih baik dan berkeadilan.

)* Penulis adalah pemerhati masalah Sosial dan Hukum Pidana

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda