Pemerintah Optimalkan Penyerapan Beras dari Petani untuk Stabilisasi Harga
Oleh : Gita Oktaviani )*
Pemerintah Republik Indonesia (RI) telah terus mengoptimalkan seluruh upaya, termasuk salah satunya adalah melakukan penyerapan secara langsung akan beras dan gabah dari petani lokal dalam negeri untuk menjamin akan stabilisasi harga beras di pasaran.
Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) optimis masih akan terus melakukan penyerapan beras dari produksi para petani lokal di dalam negeri. Meski kini mulai terjadi penurunan hasil panen, namun penyerapan tersebut terus diupayakan agar tetap optimal terjadi.
Di sisi lain, Bulog sendiri juga memprediksi bahwa akan ada potensi surplus hingga sebanyak 0,24 juta ton gabah kering giling (GKG) jika mengacu pada estimasi produksi GKG pada bulan September 2023 ini. Mengenai hal tersebut, Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Epi Sulandari mengungkapkan bahwa masih ada potensi yang cukup besar pada beberapa daerah yang bisa diserap untuk terus memperkuat cadangan beras pemerintah.
Sebagai informasi, produksi gabah kering giling (GKG) sepanjang bulan Januari hingga Agustus tahun 2023 ini diprediksi akan mampu mencapai hingga sebesar 40,22 ton. Selanjutnya, Bulog juga akan fokus untuk menyerap dari beberapa wilayah yang masih terus berproduksi, meski ada El Nino.
Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), Bulog mencatat terdapat sebanyak 5 (lima) provinsi yang masih memproduksi gabah di bulan Agustus hingga September 2023. Untuk bulan September sendiri, di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) terdapat hingga sebanyak 828.156 ton GKG, kemudian di Jawa Barat 741.651 ton GKG, Jawa Timur 502.087 ton GKG, Lampung 393.240 ton GKG dan Jawa Tengah 358.313 ton GKG. Optimisme untuk stok beras sendiri diungkapkan oleh Epi bahwa di gudang Bulog hingga akhir tahun 2023 mendatang akan mencapai hingga 1,253 juta ton.
Pemerintah terus berupaya untuk semakin mengoptimalkan penyerapan beras dari para petani lokal dalam negeri untuk bisa memenuhi kebutuhan pasar sebagai upaya untuk mampu melakukan pengendalian angka inflasi dari komoditas harga pangan dan juga kenaikan harga beras yang terjadi belakangan ini.
Optimalisasi tersebut dilakukan dengan menggencarkan penyerapan gabah dan beras dari para petani, dari awal yang hanya mampu menyerap sebanyak 200 ton saja, kemudian terus ditingkatkan hingga menjadi 1000 ton. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam upaya itu akan terdapat tantangan, yakni harus mampu bersaing dengan para pedagang besar dari luar negeri.
Maka dari itu, diperlukan sejumlah langkah yang strategis dalam menjalin sinergi dengan para petani lokal dalam negeri untuk mampu mengoptimalkan penyerapan akan gabah dan beras tersebut. Dengan adanya upaya untuk langsung melakukan penyerapan beras dari para petani itu jelas akan bisa memotong jalur distribusi beras.
Saat ini, sebenarnya pemerintah Republik Indonesia (RI) sendiri juga masih memiliki stok gabah dan beras yang memadai untuk mengantisipasi adanya kemungkinan lonjakan harga beras di pasaran. Penjagaan akan stok tersebut dilakukan guna untuk bisa mengendalikan agar harga beras bisa tetap terjangkau oleh masyarakat.
Bukan hanya itu, namun dengan adanya stok beras yang memadai tersebut tentu berguna untuk mengantisipasi minimnya pasokan pada bulan Desember mendatang, yang mana diprediksi bahwa produksi padi dari para petani belum bisa secara optimal dilakukan karena pada bulan September ini memang masih belum memasuki masa panen.
Sehingga, seluruh upaya yang dilakukan oleh pemerintah itu bukan hanya sekedar bertujuan untuk mengatasi masalah inflasi saja, namun juga mampu menjamin penyediaan beras secara murah agar tidak terjadi kepanikan di masyarakat. Dengan adanya keberadaan Bank Indonesia (BI) serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) lebih mendekatkan masyarakat untuk mendapatkan beras secara lebih terjangkau.
Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah RI tersebut dengan mengendalikan inflasi dari harga pangan bukan untuk menyaingi para pedagang, namun justru bisa saling berkolaborasi dengan para pedagang pasar sendiri. Ketika terjadi kenaikan harga, maka langsung dilakukan intervensi dengan adanya kegiatan operasi pasar supaya harga bisa kembali terkendali.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy mengatakan bahwa Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan sebanyak 2 (dua) arahan untuk melakukan penanganan kepada masalah lonjakan harga beras di pasaran.
Kedua arahan yang langsung diperintahkan oleh Kepala Negara tersebut adalah dengan menggelontorkan bantuan sosial (bansos) beras dan melakukan operasi pasar. Untuk bansos beras sendiri diberikan kepada keluarga penerima manfaat (KPM) berupa program keluarga harapan (PKH) dan bantuan pangan non tunai (BPNT) serta operasi pasar.
Demi menjamin terjadinya stabilisasi akan harga beras di pasaran, Peerintah RI terus mengoptimalkan penyerapan beras dan gabah secara langsung dari para petani lokal dalam negeri. Hal tersebut jelas sangat bermanfaat karena mampu menjamin dan menjaga kemampuan daya beli masyarakat tetap ada.
)* Penulis adalah Kontributor Jendela Baca Institute