Mewaspadai Infiltrasi Radikalisme ke Institusi Keagamaan
Oleh : Savira Ayu )*
Tertangkapnya pengurus sebuah institusi keagamaan oleh Polisi karena tersangkut dugaan terorisme mengejutkan banyak orang. Masyarakat pun diminta waspada agar tidak mudah terpengaruh oleh provokasi kelompok tersebut.
Zain An-Najah menjadi buah bibir ketika ditangkap oleh Densus 88 antiteror. Pasalnya, ia memiliki jabatan sebagai komisi fatwa di sebuah instansi keagamaan. Penangkapan ini mengungkap fakta bahwa anggota kelompok radikal dan teroris bisa menyamar jadi orang biasa dan dengan mudah menyusup ke mana saja, termasuk ke instansi keagamaan.
Setelah ditangkap, baru terungkap fakta lain mengapa Zain sampai digelandang aparat. Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan menyatakan bahwa ia ditangkap karena ketahuan menjadi anggota JI, bahkan menjadi dewan syuro. Zain juga jadi ketua dewan syariah lembaga amal zakat BM ABA.
Seperti yang kita ketahui, BM ABA adalah lembaga amal yang berkasus karena menyalahgunakan kotak amal. Mereka menyebar kotak-kotak tersebut di berbagai tempat strategis dan ternyata hasilnya tidak diberikan ke fakir miskin atau anak yatim piatu, tetapi malah dipakai untuk mendanai kegiatan terorisme. Sehingga Zain bisa tersangkut 2 kasus sekaligus karena jadi anggota di 2 kelompok yang mendukung terorisme.
Infiltrasi radikalisme memang patut kita waspadai karena di sebuah instansi keagamaan yang valid, malah disusupi oleh penyusup. Instansi itu juga langsung melakukan pengecekan dan bersih-bersih ke seluruh anggotanya, sehingga ada penyelidikan dan pemastian bahwa tidak ada anggota lain yang tersangkut kelompok radikal dan terorisme. Penyebabnya karena isntansi itu memiliki peran penting di Indonesia sehingga harus bebas radikalisme.
Langkah isntansi itu patut diapresiasi karena langsung evaluasi dan melakukan pembersihan secara internal. Jika tidak maka akan sangat bahaya, karena anggota kelompok radikal yang jadi pengurus instansi bisa saja mengusulkan ide atau fatwa, dan memiliki efek buruk terhadap masyarakat Indonesia.
Ide atau fatwa tersebut bisa merusak bangsa ini, karena memang diembuskan oleh anggota kelompok radikal. Mereka bisa saja beralasan bahwa ini untuk menjaga keyakinan, padahal yang dibuat hanya fatwa untuk menghancurkan perdamaian di Indonesia. Jika sudah begini, maka negara ini bisa hancur-lebur.
Pembersihan juga patut dilakukan di instansi keagaman yang lain maupun instansi pemerintahan. Jangan sampai ada anggota kelompok radikal yang menyusup dan mengacukan suasana di sana. Mereka bisa saja membuat kampanye yang tujuannya malah merusak persatuan Indonesia, sehingga pencegahan harus dilakukan dengan ketat.
Selain itu, untuk rekrutmen anggota dan pengurus instansi keagamaan harus diperketat lagi. Tidak hanya dilihat jenjang pendidikan dan latar belakang sekolahnya, tetapi selidiki betul apakah ia terkait dengan radikalisme dan terorisme? Pasalnya, anggota kelompok radikal ternyata pandai menyamar dan akhirnya ia berhasil masuk ke isntansi tersebut, padahal ada udang di balik batu.
Penyelidikan juga bisa dilakukan via internet untuk melihat jejak digitalnya, dan untuk anggota kelompok teroris dan radikal biasanya memang memiliki pandangan yang berbeda. Juga bisa dilihat langsung ke semua akun media sosialnya. Biasanya ia berseru tentang jihad, perjuangan, dll. Jadi jika ada kecurigaan seperti itu, lanjutkan dengan wawancara detail, agar diketahui apakah calon tersebut memang anggota kelompok radikal atau bukan.
Penyelidikan dan penyaringan terhadap anggota instansi keagamaan bukanlah sebuah ketidak percayaan atau kecurigaan, tetapi adalah langkah untuk mencegah penyusupan oleh anggota kelompok radikal dan teroris. Jangan sampai kesalahan ini terulang kembali, ketika ada seseorang yang memiliki jabatan tinggi di instansi keagamaan malah terlibat kasus terorisme.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini