Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pancasila Vaksin Ampuh Berantas Radikalisme


Oleh : Deka Prawira )*

Pancasila merupakan vaksin ampuh untuk memberantas radikalisme. Dengan penguatan nilai-nilai Pancasila tersebut, maka masyarakat diharapkan dapat mengetahui kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Radikalisme merupakan paham terlarang karena tidak cocok dengan karakter masyarakat yang majemuk. Penyebabnya karena paham ini ingin membuat negara khalifah, padahal di Indonesia terdiri dari berbagai suku dan keyakinan. Lagipula, radikalisme menggunakan cara-cara kekerasan dalam mencapai cita-citanya sehingga membuat banyak korban dari warga sipil.

Pemberantasan radikalisme menjadi fokus pemerintah agar paham ini tidak menyebar. Pasalnya, kaum radikal makin licik dengan menggaet generasi muda untuk jadi kader-kader baru mereka dan melakukan pendekatan via media sosial. Jika dibiarkan maka akan berbahaya karena anak muda adalah calon pemimpin bangsa.

Kepala BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) Komjen Boy Rafli Amar menganalogikan radikalisme sebagai virus yang menyebar luas karena memanfaatkan kecanggihan teknologi. Adanya ruang-ruang digital (apalagi di masa pandemi yang membuat banyak orang sering meeting online) dimanfaatkan oleh kelompok radikal dalam menjalankan aksinya.

Komjen Boy Rafli Amar menambahkan, antivirus yang efektif untuk menghapus radikalisme adalah Pancasila yang sarat toleransi dan solidaritas. Sila-sila Pancasila dapat diimplementasikan mulai dari keluarga hingga lingkungan kerja, kapan saja dan di mana saja. Pancasila tidak hanya dihafal tetapi juga diterapkan di dalam kehidupan karena manfaatnya banyak, salah satunya adalah untuk pemberantasan radikalisme.

Dalam artian, dengan pengaplikasian Pancasila di lapangan maka intoleransi akan terhapuskan dan diganti dengan persatuan dan kesatuan bangsa. Jika masyarakat mengaplikasikan sila pertama saja, maka mereka akan makin taat beragama tanpa menghina umat dengan keyakinan lain (seperti yang diajarkan oleh kelompok radikal) karena hal itu dilarang oleh kitab suci. 

Patuh kepada Tuhan diiringi dengan hubungan baik dengan sesama manusia, termasuk yang keyakinannya yang berbeda. Kita tidak boleh menunjuk muka orang hanya karena berbeda akidah, karena tidak sopan dan akan mengobarkan perang SARA yang mengerikan. Jika semuanya damai dan penuh toleransi maka kelompok radikal tidak bisa memprovokasi.

Sementara itu, dalam sila kedua ‘kemanusiaan yang adil dan beradab’ maka sebagai WNI yang baik akan bersikap adil dan juga mengedepankan adab, termasuk kepada mereka yang memiliki keyakinan yang berbeda. Jika ada yang minoritas di suatu lingkungan maka akan tetap dirangkul karena merupakan saudara di bidang kemanusiaan. Sehingga kelompok radikal tidak bisa menggunakan isu intoleransi untuk memecah perdamaian.

Dalam sila ‘persatuan Indonesia’ sudah jelas bahwa kita wajib bersatu-padu untuk membangun negeri, walau dengan kondisi yang berbeda-beda. Apalagi di masa pandemi, kerja sama makin digencarkan untuk mengatasi dampaknya. Jika semuanya kompak maka akan kompak juga dalam melawan radikalisme karena paham itu jelas menghancurkan bangsa ini.

Sila keempat dan kelima yakni ‘kerakyatan yang dipimpin dalam hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’ membuat kita semua bermusyawarah dalam mengambil keputusan dan tetap kompak, serta anti radikalisme yang memecah-belah bangsa. Serta sila ‘Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’ memperlihatkan pemerintah sudah bertindak adil dan tidak sesuai dengan tudingan kelompok radikal.

Dengan pengaplikasian Pancasila di dalam kehidupan sehari-hari maka kita optimis bisa memberantas radikalisme hingga ke akar-akarnya. Jangan sampai kita jadi terpecah-belah gara-gara provokasi oleh kelompok radikal dan teroris. Namun harus tetap kompak dan bersatu untuk membangun negeri, serta mengimplementasikan semua sila dalam Pancasila.

)* Penulis adalah kontributor Lingkar pers dan Mahasiswa Cikini