Penegakan Hukum Solusi Akhiri Kekejaman KST Papua
Oleh: Abner Wanggai )*
Kelompok Separatis dan Teroris (KST) kembali membuat ulah karena menyerang Pos Marinir di Nduga, Papua pada 22 April 2022. Masyarakat geram akan kekejian KST dan berharap tindakan ini segera dihentikan dengan melakukan penegakan hukum kepada gerombolan tersebut.
Salah satu daerah yang sering muncul di headline berita di Indonesia adalah Papua. Daerah ini memang istimewa karena jadi lokasi Pekan Olah Raga Nasional (PON) XX setahun lalu. Namun sayangnya, Bumi Cendrawasih juga jadi perbincangan karena keberadaan Kelompok Separatis dan Teroris (KST) yang masih bercokol dan ingin membelot, lalu melakukan penyerangan untuk mencapai keinginannya.
Amatlah disayangkan ketika Papua jadi sorotan karena kekejian KST. Tanggal 22 April 2022 mereka menyerang Pos Satgas Marinir di Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua. Kapendam XVII Cendrawasih Letkol Inf Herman Taryaman menyatakan bahwa akibat serangan KST tersebut, satu orang prajurit marinir gugur atas nama Pratu Mar Dwi Miftahul Ahyar. Sedangkan satu orang luka yakni Mayor Mar Lilik Cahyanto.
Letkol Inf Herman Taryaman menambahkan, Mayor Mar Lilik Cahyanto mengalami rekoset di bagian bahu. Ia dan jenazah Pratu Mar Dwi Miftahul Ahyar sudah dievakuasi dengan heli ke RSUD Mimika.
Masyarakat mengecam kekejian KST karena mereka menyerang dan mengakibatkan korban jiwa. KST sudah berkali-kali melakukan penembakan ke aparat dan tak hanya menimbulkan korban luka tetapi juga korban jiwa. Padahal para prajurit berada di Papua untuk mengamankan warga sipil. Namun malah dimusuhi dan ditembaki.
Untuk mengatasi kekejaman KST sekaligus mencegah terjadinya serangan selanjutnya maka harus ada penegakan hukum. Penelusuran dan penegakan hukum wajib dilakukan agar tidak ada lagi anggota KST yang berkeliaran dan melakukan penyerangan. Baik ke aparat maupun ke warga sipil. Pasalnya, mereka tidak ragu untuk melakukan pembunuhan, sehingga harus diciduk agar kekejamannya bisa dihentikan.
Intelijen sudah menelusuri kasus penyerangan di Nduga pada jumat lalu dan menemukan fakta bahwa pelakunya adalah Egianus Kogoya cs. Egianus sudah masuk dalam DPO (daftar pencarian orang) dan ia jadi tersangka beberapa kasus penembakan, di antaranya pembunuhan karyawan PT Istaka Karya tahun 2018 lalu.
Saat ini Egianus Kogoya dan kawanannya masih diburu oleh Tim Satgas Damai Cartenz, yang memang tugasnya dikhususkan untuk pemberantasan KST. Pencarian dilakukan hingga ke pelosok dan pedalaman Papua, bahkan ke daerah yang masih hutan. Penyebabnya karena KST membuat banyak markas di tempat tersembunyi seperti hutan dan pegunungan, tujuannya agar susah dicari oleh aparat.
Penegakan hukum terhadap Egianus Kogoya dan anggota KST lain harus dilakukan dengan seadil-adilnya. Jika nanti tertangkap maka Egianus bisa terancam pasal berlapis, karena melakukan banyak tindak kejahatan. Ia bisa terkena pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan ancaman hukumannya maksimal seumur hidup.
Egianus juga bisa terkena pasal 1 ayat 1 UU Darurat tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api ilegal dan acaman hukumannya 20 tahun penjara. Sudah jelas bahwa senjata api yang ia miliki berstatus ilegal karena ia bukan aparat keamanan.
Penegakan hukum terhadap tiap anggota KST memang harus dilakukan dengan adil karena keberadaan mereka membahayakan masyarakat sipil. Bayangkan jika hukumannya ringan maka anggota KST bisa keluar dari bui dengan cepat lalu mengulangi aksinya lagi. Namun ketika hakim memberi hukuman paling berat, maka ia bisa menghabiskan sisa hidupnya di penjara karena kena hukuman seumur hidup.
Untuk mengatasi kekejaman KST maka penegakan hukum yang setinggi-tingginya harus dilakukan.Penegakan hukum tersebut diharapkan memberikan efek jera kepada gerombolan separatis dan kedamaian di seluruh Papua dapat segera terwujud.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal dui Yogyakarta .