Penyesuaian BBM Dorong Migrasi Transportasi Ramah Lingkungan
Oleh : Rizki Kurnia )*
Penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah ditetapkan oleh pemerintah menjadi suatu momentum penting untuk bisa lebih jauh mendorong adanya penggunaan transportasi yang lebih ramah lingkungan dengan pemanfaatan sebaik-baiknya pada energi terbarukan.
Sejak 3 September 2022 lalu, Pemerintah RI memang sudah secara resmi mengambil kebijakan untuk menyesuaikan harga BBM mulai dari jenis Pertalite, Pertamax hingga Solar. Ternyata, terdapat sebuah perspektif baru dari dampak penyesuaian harga tersebut, yakni sebenarnya merupakan sebuah momentuum terbaik bagi pemerintah sendiri untuk kembali mengembangkan dan berfokus pada energi alternatif berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Bahkan bukan hanya pemerintah saja, namun project tersebut bisa dilakukan dengan kerja sama menggandeng sektor swasta mengenai transisi energi itu. Pasalnya, sebagaimana diketahui, sebenarnya pemerintah Indonesia sendiri sudah memiliki target sangat baik ke depannya, yakni porsi penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) setidaknya harus bisa terjadi sebesar 23 persen pada tahun 2025. Kemudian untuk target lebih panjangnya, setidaknya porsi penggunaan EBT terus meningkat hingga 31 persen pada tahun 2050 mendatang.
CEO sekaligus Founder Baran Energy, Victor Wirawan menyatakan dalam sebuah keterangan tertulisnya pada bahwa pihaknya bahkan sudah bersedia untuk menjalin kerja sama, entah itu dengan swasta ataupun pemerintah dalam pengembangan energi alternatif berbasis EBT yang terkenal ramah lingkungan ini.
Baginya, dengan adanya penyesuaian harga BBM subsidi yang dilakukan oleh pemerintah sekarang ini disamping adanya ancaman krisis energi, maka memang menjadi momentum sangat emas untuk segera melakukan masa transisi energi, khususnya bagi para pelaku industri EBT untuk jauh lebih mengembangkan energi alternatif.
Lebih lanjut, dirinya berharap supaya pemerintah ataupun swasta mampu memberikan edukasi yang sangat luas kepada seluruh masyarakat mengenai betapa pentingnya kesadaran akan lingkungan dan sangat menguntungkannya penggunaan energi alternatif, supaya ke depan masyarakat tidak lagi terlalu tergantung kepada penggunaan energi berbasis fosil saja karena memang persediaannya terbatas, selain itu juga sangat berpotensi merusak lingkungan.
Sementara itu, Kadishub Bali, Wayan Gede Samsi Gunarta juga turut memberikan respon atas penyesuaian harga BBM yang telah dilakukan oleh pemerintah. Menurutnya hal tersebut bisa terus didorong supaya perlahan masyarakat segera melakukan migrasi kendaraan pribadi berbasis BBM menuju ke kendaraan berbasis listrik yang jauh lebih ramah lingkungan.
Tidak tanggung-tanggung, bahkan di Bali sendiri, momentum penyesuaian harga BBM benar-benar dibaca dengan baik untuk perlahan melakukan peralihan atau transisi energi menjadi EBT. Samsi Gunarta menambahkan bahwa Pemprov Bali sekarang ini tengah terus melakukan upaya untuk bekerja sama dengan Bank BPD Bali supaya bisa memberikan bantuan pembiayaan kepada masyarakat ketika hendak memiliki kendaraan listrik, sehingga migrasi ke transportasi ramah lingkungan benar-benar didukung sepenuhnya.
Bukan hanya itu, namun ekosistem atas berlakunya kendaraan listrik juga sangat didorong di Bali dengan semakin diperbanyaknya Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), termasuk juga telah disediakan pula penukaran-penukaran baterai di beberapa SPBU. Kadishub Bali tersebut juga menambahkan bahwa ke depan, akan ada proyek kereta listrik yang saat ini tengah terus digodok wacananya dengan berbagai macam proses kajian yang komprehensif agar arahnya menjadi sangat jelas. Pasalnya, dia mengaku bahwa urgensi dari peralihan transportasi ramah lingkungan itu belakangan menjadi sangat terlihat nyata.
Pada kesempatan lain, Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Harya S Dillon juga menyampaikan bahwa memang momentum untuk mulai beralih dan memperbesar penggunaan energi non-BBM menjadi lebih jelas setelah penyesuaian harga BBM dilakukan oleh pemerintah. Dengan tegas dirinya menyatakan bahwa untuk bisa mencapai transisi tersebut maka harus disertai dengan kemauan politik yang sangat kuat.
Merujuk pada beberapa negara lain seperti Perancis, di sana mereka sudah banyak berfokus untuk penggunaan transportasi non-BBM karena dampaknya sangat baik bagi lingkungan termasuk juga menekan biaya serta mengurangi emisi. Dirinya berharap supaya ke depan penggunaan energi non-fosil bisa benar-benar menekan subsidi energi yang selama ini dilakukan oleh pemerintah, termasuk juga mampu mengurangi impor BBM.
Harya menyatakan bahwa untuk tahap awal transisi energi alternatif, sebenarnya bisa dilakukan dengan migrasi ke Bahan Bakar Gas (BBG) berjenis Compressed Natural Gas (CNG). Pasalnya, menurutnya pembiayaan untuk menggunakan BBG ternyata jauh lebih murah apabila dibandingkan dengan pembiayaan kendaraan yang masih menggunakan BBM.
Selain itu, jika memang BBG sudah mulai dicanangkan, maka langkah pertama yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah mulai menambah jaringan Stasiun Pengisian BBG (SPBG) untuk memudahkan dalam pengisian dan memotivasi migrasi ke BBG. Karena dengan banyaknya akses dan kemudahan akses untuk pengisian ulang, maka masyarakat juga tidak akan khawatir dan menjadi lebih optimis kalau ke depannya project ramah lingkungan akan benar-benar sukses dilakukan.
Dampak sangat positif di balik kebijakan penyesuaian harga BBM yang diterapkan oleh pemerintah adalah menjadi momentum sangat emas untuk bisa mendorong masyarakat perlahan-lahan mulai beralih menggunakan transportasi ramah lingkungan dengan energi baru dan terbarukan (EBT). Selain harganya akan jauh lebih terjangkau, ternyata hal tersebut juga bisa dilakukan secara berkelanjutan karena risikonya bagi alam tidaklah eksploitatif seperti penggunaan energi fosil.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara