RKUHP Akomodir Masukan Pelaku Pariwisata
Oleh: Jihan Wulandari *)
Sejumlah pengusaha sektor pariwisata di Indonesia menyoroti beberapa pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), karena dinilai sangat merugikan sektor ini. Diketahui, salah satu aspek utama dalam sektor pariwisata adalah perlindungan atas hak privasi seseorang.
Di sektor ini, hak privasi menjadi hal yang sangat diperhatikan khususnya di dalam industri perhotelan. Misalnya, Bali sebagai provinsi yang mengandalkan sektor pariwisata. Bali mengedepankan pelayanan prima dan menjunjung tinggi nilai privasi para wisatawannya, baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing.
Adapun pasal-pasal yang dinilai merugikan sektor pariwisata dan menyerang hak privasi adalah pasal perzinaan. Pertama, Pasal 417 yang tertulis bahwa setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang lain yang bukan suami atau istrinya akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda.
Kedua, Pasal 419 yang tertulis bahwa setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar hubungan pernikahan akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda.
Pasal ini dianggap mengkriminalisasi hak privasi setiap bentuk persetubuhan di luar perkawinan (extra marital sex) dan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang tentunya memberikan dampak negatif terhadap sektor pariwisata khususnya perhotelan.
Hal ini bisa mempengaruhi reputasi dan citra Indonesia di mata wisatawan asing. Dengan maraknya penggerebekan oleh organisasi masyarakat (Ormas) maupun aparat penegak hukum, otomatis akan menurunkan popularitas dan nama baik hotel dan industri pariwisata Indonesia.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Budi Santoso menyatakan jika pasal perzinahan dimasukan ke dalam RKUHP, maka wisatawan asing yang tidak terikat hubungan pernikahan dapat dijerat oleh aturan pidana tersebut. Hal ini dapat membuat wisatawan asing beralih ke negara lain dan berpotensi menurunkan jumlah kunjungan wisatawan asing di Indonesia.
Lanjutnya, pasal perzinahan sangat erat kaitannya dengan perilaku moral, namun sesungguhnya perbuatan tersebut termasuk ke dalam ranah privat yang seharusnya tidak perlu diatur oleh negara dan tidak sepantasnya dianggap sebagai perbuatan pidana.
Tidak hanya Bali, daerah lain ikut mengeluhkan permasalahan yang sama. Kepala Dinas Pariwisata DI Yogyakarta, Singgih Raharjo berharap pemerintah pusat dapat mencermati dampak yang lebih luas bagi sektor pariwisata, dan meminta agar RKUHP pasal perzinahan tidak berlakukan atau disahkan. Pasal tersebut nantinya membuat wisatawan mancanegara yang berlibur tanpa legalitas pernikahan mengalami kesulitan saat ingin menginap di berbagai hotel di Yogyakarta, seperti kebijakan hotel yang semakin diperketat hingga perlakuan diskriminatif dari lingkungan sekitar.
Mendengar banyak sekali keluhan dari berbagai pihak, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno meminta pelaku perhotelan, pelaku pariwisata (wisatawan), maupun dinas pariwisata setempat agar tetap tenang menghadapi isu terkait Pasal Perzinahan dalam RKUHP ini.
Sandiaga memastikan akan menyampaikan kritik dan masukan terkait penerapan pasal ini kepada Komisi X DPR RI untuk dipertimbangkan sehingga mendapatkan keputusan akhir yang mengutamakan prinsip berimbang dan berkeadilan bagi semua belah pihak. Jangan sampai isu-isu provokasi beredar luas sehingga mengganggu momentum kebangkitan sektor pariwisata.
Sandiaga juga meyakinkan bahwa draf RKUHP Pasal Perzinahan tidak akan merugikan sektor pariwisata karena pemerintah pasti telah mempertimbangkan kondisi pariwisata di Indonesia dengan sangat matang.
Ia mengatakan bahwa kekhawatiran dari asosiasi pengusaha perhotelan akan dijadikan bahan diskusi antara pemerintah dengan Komisi X DPR RI sebelum RKUHP disahkan. Di samping itu, Sandiaga telah menegaskan bahwa RKUHP ini tidak akan mengurangi minat wisatawan (lokal dan asing) untuk berwisata, sementara pengusaha hotel, serta sektor pariwisata tidak akan kehilangan calon pemesan.
Hingga saat ini pemerintah belum menyelesaikan peninjauan RKUHP. Oleh karena itu, sebelum RKUHP tersebut disahkan, pemerintah memastikan akan transparan dalam mengakomodir kritik dan masukan dari para pelaku pariwisata. Bahkan, aspirasi dari berbagai elemen masyarakat nantinya akan terlibat dalam pembahasan RKUHP sebelum diputuskan.
*) Penulis adalah Pengamat Pariwisata dari Universitas Jenderal Soedirman