Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengapresiasi Pengesahan UU KUHP Nasional Indonesia

Oleh: Siska Wulandari )*

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR RI ke 11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 dalam rangka Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas RUU KUHP, pada Selasa, 6 Desember 2022.

Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly mengatakan pengesahan ini merupakan momen bersejarah di Indonesia karena saat ini Indonesia telah memiliki UU KUHP sendiri hasil pemikiran anak bangsa setelah bertahun-tahun menggunakan KUHP produk Kolonial Belanda.

Yasonna juga mengutarakan bahwa UU KUHP produk Kolonial Belanda dirasakan sudah sangat tidak relevan dengan kondisi, perkembangan situasi, dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia saat ini. Hal inilah yang menjadi salah satu urgensi pengesahan RUU KUHP. UU produk anak bangsa dinilai sudah sangat reformatif, progresif, juga responsif dengan perkembangan situasi dan kondisi di Indonesia saat ini.

UU KUHP yang baru saja disahkan telah melalui pembahasan secara transparan, teliti, dan partisipatif, di mana Pemerintah dan DPR RI telah mengakomodasi berbagai masukan, ide, dan gagasan dari masyarakat luas. UU KUHP yang telah diperbaharui sesuai kebutuhan masyarakat juga telah disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan di Indonesia.

Yasonna juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat atas partisipasi dan dukungannya dalam momen bersejarah ini meskipun perjalanan penyusunan UU KUHP tidak berjalan mulus dalam waktu yang lama. Pihaknya meyakinkan kepada masyarakat bahwa UU KUHP telah melalui kajian akademis yang berulang dan komprehensif.

Yasonna juga menjelaskan Pemerintah dan DPR RI sempat dihadapkan dengan penolakan dari masyarakat terkait pasal-pasal yang dianggap kontroversial. Diantaranya pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden, pasal pidana kumpul kebo, pasal pidana santet, pasal vandalisme, hingga penyebaran ajaran komunisme.

Deputi V Kepala Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani mengatakan UU KUHP yang disahkan menyempurnakan tata regulasi hukum pidana Indonesia yang dicapai melalui konsolidasi ketentuan pidana dalam berbagai Undang-Undang sektoral dan mencegah disparitas pidana antara satu ketentuan dengan ketentuan lainnya. Ia mengatakan Tim Tenaga Ahli dan Pemerintah telah melakukan menggelar pelatihan bagi aparat penegak hukum untuk memberikan pemahaman terkait makna, esensi, dan filosofi dari UU KUHP.

UU KUHP yang telah disahkan tentunya menimbulkan pro dan kontra di mana tidak 100 persen masyarakat akan setuju atas pengesahan UU KUHP ini. Akan tetapi, ia mengimbau kepada pihak-pihak yang tidak sependapat dengan beberapa substansi dalam UU KUHP yang baru, dapat menyampaikannya melalui mekanisme pengajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang tentunya disertai dengan alasan yang reasonable.

Sementara itu, Ketua Komisi III, Bambang Wuryanto menambahkan penyempurnaan UU KUHP secara holistik telah mengakomodir masukan dan saran dari seluruh elemen masyarakat agar tidak terjadi kriminalisasi yang berlebihan dan tindakan sewenang-wenang dari penegak hukum dengan memperbaiki rumusan norma pasal dan penjelasannya.

Ditambahkannya, Komisi III DPR RI akan terus mengawal dan mengevaluasi persiapan dan pelaksanaan UU KUHP yang baru akan mengalami masa transisi selama 3 (tiga) tahun sejak diundang-undangkan dan mulai berlaku efektif pada tahun 2025 terutama peraturan pelaksana dan seluruh instrumen atau infrastruktur pendukungnya agar sesuai dengan tujuan untuk mencapai kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.

Anggota Komisi III DPR RI, Supriansa menyatakan UU KUHP yang telah disahkan patut disyukuri oleh seluruh masyarakat mengingat UU KUHP ini merupakan produk buatan anak bangsa dan menggantikan UU KUHP warisan Kolonial Belanda. Hal ini menandakan bahwa perjalanan UU KUHP yang dibuat dari periode ke periode adalah sesuatu yang sangat bagus dan patut untuk diapresiasi.

Anggota DPD RI dapil Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang ikut memberikan apresasi, terima kasih, dan rasa hormat kepada Pemerintah, DPR RI, para pakar hukum, para peneliti dalam bidang hukum pidana, serta seluruh elemen rakyat Indonesia yang telah mendoakan, mengawal, mengkritisi, dan mendorong terciptanya UU KUHP ini.

Agustin juga berharap kehadiran UU KUHP yang baru dan produk berpikir bangsa sendiri ini turut membangun tatanan masyarakat yang lebih baik dan berkeadilan. UU KUHP ini menjadi pintu masuk dalam upaya melakukan reformasi praktik hukum di Indonesia yang selama ini menyimpan tantangan besar.

Pakar Hukum Pidana, I Gede Widhiana Suarda mengatakan alasan diperlukannya UU KUHP yang baru bahwasanya jika suatu bangsa sudah merdeka, maka secara politis juga harus merdeka dalam berhukum. Sebagai bangsa yang merdeka perlu produk hukum yang lahir dari rahim bangsa Indonesia sendiri.

Masyarakat perlu mendukung produk hukum ini sebagai bentuk kedaulatan bangsa yang telah merdeka. UU KUHP dinilai sebagai simbol peradaban suatu bangsa yang menjunjung tinggi prinsip nasionalisme serta mengapresiasi partisipasi masyarakat. Maka dari itu, seluruh elemen masyarakat diharapkan untuk menghargai tiap pasal-pasal dalam UU KUHP.

)* Penulis merupakan Pakar Hukum Pidana dari Pertiwi Institute