Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kekuatan OPM Semakin Tidak Solid

Oleh : Rebecca Marian )*

OPM (Organisasi Papua Merdeka) adalah kelompok pemberontak/separatis yang ingin mendirikan Republik Federal Papua Barat. Namun kekuatan mereka semakin tidak solid karena ada dualisme kepemimpinan yang menunjukkan bahwa gerakan tersebut hanya untuk kepentingan segelintir pihak.

OPM sejak dulu dikenal keras dalam mewujudkan cita-citanya untuk memisahkan diri dari Indonesia. Dengan pasukan kelompok kriminal bersenjata (KKB), OPM terus menebar teror ke kalangan masyarakat. Tujuannya agar mereka mau diajak melakukan tindakan separatis bersama-sama.

Permasalahan separatisme di Papua sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Penyebabnya mereka tak mau mengakui hasil Pepera (penentuan pendapat rakyat) dan menolak bergabung dengan Indonesia sehingga mendirikan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kelompok separatis ini ingin berdikari dan membuat Republik Federal Papua Barat dan menganggap Indonesia adalah penjajah.

Dalam rangka memerdekakan diri, OPM mengutus anak buahnya (Kelompok Separatis dan Teroris) untuk menyerang warga sipil dan aparat. Akan tetapi OPM tidak seperti dulu dan saat ini kekuatannya makin mengecil. Saat ini ada 2 orang yang sama-sama mengklaim sebagai Pemimpin OPM, yakni Goliath Tabuni dan Magai Yogi.

Kubu Goliath Tabuni memberikan peringatan keras kepada kubu Magai Yogi. Peringatan diberikan karena ada pelanggaran hak cipta dokumen perang OPM. Hal ini dinyatakan oleh Sebby Sembom, Juru bicara OPM.

Tabuni berperang dengan Yogi padahal mereka sama-sama OPM. Bedanya, Tabuni mengklaim dirinya sebagai pemimpin Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka. Sedangkan Yogi dekat dengan Benny Wenda, yang berbasis Army West Papua. Benny Wenda adalah salah satu petinggi OPM yang sekarang bermukim di luar negeri.

Perpecahan antara 2 kubu OPM ini spontan ditertawakan oleh masyarakat, terutama warga Papua. Mereka ternyata makin tidak solid dan mempertarungkan jabatan yang tidak ada faedahnya. Penyebabnya karena kekuatan OPM selama beberapa tahun ini makin melemah. Terutama saat pandemi ketika mereka bergerilya di hutan dan makin kesulitan untuk mendapatkan bahan makanan, sementara warga banyak yang menolak untuk membantu OPM.

Masyarakat Papua sejak lama tidak percaya akan OPM. Penyebabnya karena organisasi ini hanya bisa menyebar hoaks dan propaganda tetapi tidak pernah bisa membuktikannya. Warga Papua setia pada Indonesia dan tidak mau jika diajak mendirikan Republik Papua Barat oleh OPM.

Salah satu tokoh Papua yakni Pendeta Jupinus Wama menolak keras OPM. Menurut Pendeta Jupinus, salah besar jika OPM dicintai rakyat. Kenyataannya, mereka malah melakukan aksi teror, tak hanya ke warga sipil tetapi juga ke aparat keamanan.

Dalam artian, rakyat tidak pernah mendukung OPM dan menolak untuk mengibarkan bendera bintang kejora. Jika ada berita perpecahan OPM maka warga semakin senang karena mereka sudah lelah dengan penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh OPM. Rakyat Papua berharap agar OPM cepat bubar agar Bumi Cendrawasih selalu aman.

OPM makin terlihat tidak solid karena untuk membentuk satu organisasi dengan satu ketua saja gagal total. Bagaimana bisa mereka merencanakan pembentukan negara baru ketika mencari pemimpin saja gagal. Dualisme kepemimpinan OPM menunjukkan bahwa organisasi ini sudah melemah dan banyak ditinggalkan oleh anggotanya.

Ketika ada perpecahan OPM maka bisa dimanfaatkan oleh aparat dan Operasi Damai Cartenz akan lebih intensif lagi. Penyebabnya karena ada kemungkinan kubu Tabuni dan kubu Yogi berseteru lalu mengadakan kontak senjata. Keadaan ini bisa dijadikan momen bagi Satgas Damai Cartenz untuk melakukan penyerangan lalu membekuk masing-masing pimpinan OPM.

Perpecahan OPM bermulai dari Benny Wenda yang mendirikan Army West Papua tahun 2019 lalu. Ia juga memplokamirkan diri sebagai Presiden West Papua. Namun ia dianggap sangat konyol karena menyatakan sebagai pemimpin tetapi keberadaannya ada di luar negeri (Inggris). Pernyataan Benny Wenda juga sepihak karena tidak diakui oleh OPM sendiri. Terlebih Benny tidak lagi punya status sebagai warga negara Indonesia karena terbukti terlibat separatisme.

Ketika Benny Wenda ingin memisahkan Papua dari Indonesia, bahkan mengklaim dirinya sebagai Presiden Papua Barat, itu salah besar. Karena buktinya warga sipil di Bumi Cendrawasih tidak mau membelot dari NKRI tercinta. Lagipula, OPM sendiri juga tidak menyetujui langkah Benny yang tiba-tiba jadi presiden tanpa pemilihan umum terlebih dahulu.

Ketidakkompakan ini menunjukkan tingkah OPM yang aneh. Karena mereka ingin memisahkan Papua dari Indonesia, namun salah koordinasi. Bagaimana bisa mengatur negara jika mengatur organisasi saja tidak bisa. Mereka juga salah karena selalu menyalahkan pemerintah Indonesia, dan tidak pernah melihat banyaknya pembangunan di Papua.

Kekuatan OPM semakin tak solid ketika mereka bertikai antar anggotanya sendiri karena ada dualisme kepemimpinan. Hal ini menunjukkan ketidakberesan organisasi separatis ini. Jika OPM terus bertikai maka dimanfaatkan dan Satgas Damai Cartenz bisa dengan cepat membubarkan mereka.

)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta