Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Aparat Keamanan Siapkan Strategi Operasi Kurangi Jumlah Korban di Papua

Oleh : Maria Suhiap )*

Jumlah korban di Papua akibat ulah dari Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua harus ditekan, apalagi korban tidak hanya dari kalangan masyarakat sipil tetapi juga dari aparat keamanan yang sedang menjalankan tugas.

Aparat keamanan baik dari TNI maupun Polri tidak akan tinggal diam untuk mencegah supaya masyarakat tidak menjadi korban dalam upaya pengamanan dan penyelamatan Pilot Susi Air dari penyanderaan KST Papua. Maka dari itu, mereka melakukan upaya dengan pendekatan yang persuasif agar situasi menjadi aman, terkendali dan tetap kondusif.

Terkait penyanderaan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD mengakui bahwa memang pilot dari Susi Air PK-BVY, yakni Kapten Philips Max Mehrtens telah disandera oleh KST Papua, bahkan dirinya juga menyatakan bahwa hingga saat ini memang pilot berkewarganegaraan Selandia Baru tersebut masih belum dilepaskan.

Mahfud juga mengaku bahwa hingga saat ini, pemerintah Republik Indonesia (RI) juga terus berusaha dengan semaksimal mungkin untuk bisa melakukan penyelamatan terhadap sang pilot. Kemudian, pola pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya penyelamatan tersebut adalah secara persuasif.

Pemerintah Republik Indonesia juga terus menjalin komunikasi dengan pemerintah Selandia Baru. Mahfud MD kemudian menegaskan bahwa memang penyanderaan warga sipil sama sekali tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Meski menggunakan upaya pendekatan yang persuasif, namun Pemerintah RI juga tidak menutup kemungkinan untuk upaya lainnya.

Selain itu, Menkopolhukam juga mengungkapkan bahwa Papua sendiri masih merupakan bagian sah dari NKRI, baik secara konstitusi maupun secara hukum internasional.

Sementara itu, Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono menegaskan bahwa sama sekali tidak ada tenggat waktu untuk menyelamatkan Pilot Susi Air tersebut. Diketahui bahwa sudah dua bulan pilot tersebut masih disandera oleh KST Papua.

Selanjutnya, Laksamana Yudo Margono menjelaskan alasan di balik mengapa operasi pembebasan atas pilot Susi Air itu sama sekali tidak memiliki tenggat waktu. Menurutnya, penyanderaan itu sama sekali berbeda dengan penyanderaan lainnya, karena salah satu faktornya adalah lokasi.

Dirinya secara tegas mengatakan bahwa tim gabungan sampai saat ini juga tetap melakukan berbagai macam cara, termasuk pendekatan yang persuasif untuk bisa menyelamatkan Pilot Susi Air, Kapten Philips Max Mehrtens yang telah disandera oleh KST Papua sejak bulan Februari 2023 lalu.

Panglima TNI menegaskan bahwa pihaknya tetap melaksanakan tugas untuk bisa melakukan pembebasan dan menggunakan pendekatan yang persuasif. Pendekatan tersebut juga dibantu dengan menggandeng beberapa pihak lain seperti tokoh agama, tokoh masyarakat hingga Bupati Nduga untuk bisa melakukannya secara persuasif.

Meski TNI bisa saja melakukan penyelamatan dengan cara militer, mengingat banyaknya prajurit TNI yang dimiliki NKRI dan alat perang yang lengkap. Namun, cara militer ini memiliki risiko yang besar.

Bagaimana tidak, pasalnya jika pihak TNI melakukan operasi militer dan tidak menggunakan pendekatan secara persuasif, hal tersebut justru akan berpotensi menimbulkan banyak korban, yakni masyarakat sipil yang sama sekali tidak bersalah. Padahal sebenarnya, di sisi lain, kekuatan militer yang dimiliki oleh NKRI memiliki peralatan yang lengkap dan juga mempunyai banyak prajurit yang profesional.

Terlebih, dari operasi intelijen yang telah dilakukan, ternyata Laksamana Yudo Margono menemukan adanya sebuah wacana bahwa jika pihaknya menggunakan pendekatan atau operasi secara militer, akan terdapat pembicaraan yang mengungkapkan kalau pihak KST Papua sama sekali tidak ragu untuk menembak dan membunuh prajurit TNI. Selain itu, dirinya juga meminimalisasi adanya tuduhan nanti apabila ternyata kemudian terdapat tudingan justru pihak TNI yang membunuh sang pilot.

Sehingga sangat gamblang sekali, bahwa pihak KST Papua menjadikan sandera sebagai alat untuk mengancam aparat keamanan Indonesia sehingga jika menggunakan operasi militer, mereka sama sekali tidak akan segan untuk langsung membunuh Pilot Susi Air tersebut. Sedangkan Panglima TNI sama sekali tidak menginginkan hal tersebut terjadi.

Meski tidak menggunakan operasi militer dan terus menggunakan pendekatan persuasif, namun dirinya menegaskan dan memastikan bahwa pihak TNI akan terus melakukan upaya pembebasan dengan aman, kondusif sehingga sama sekali tidak ada masyarakat sipil yang ikut terdampak. Selanjutnya, Panglima juga menegaskan bahwa pihaknya sudah mengetahui posisi di mana sang Pilot Susi Air disandera oleh KST Papua.

Sehingga seluruh proses pengamanan dan penyelamatan Pilot Susi Air yang disandera oleh KST Papua terus dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang persuasif oleh aparat keamanan di Indonesia.

Pendekatan persuasif tentu perlu dilakukan, hal ini dilakukan demi mengurangi risiko akan adanya korban dari masyarakat yang tidak bersalah, apalagi KST memang berbaur dengan masyarakat, sehingga ketika mereka tidak memegang senjata aparat TNI-Polri akan kesulitan untuk membedakan mana warga sipil biasa dan mana yang merupakan simpatisan KST.


)* Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Bali