Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pakar: UU Ciptaker Pilar Penting Dalam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Jakarta – Keberadaan UU Cipta Kerja (Ciptaker) merupakan salah satu pilar terpenting untuk terus mendorong angka ekspor dan menunjang pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini dikemukakan Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal, dalam diskusi daring bersama Communi&Co, pada Jumat (14/04/2023).

Menurutnya, untuk bisa meningkatkan peran industri, maka Pemerintah harus memperbaiki infrastruktur, SDM dan institusi.

“UU Ciptaker mampu menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya, selain itu juga secara minimum mampu meningkatkan target pertumbuhan ekonomi, sehingga Indonesia terlepas dari jeratan ekonomi menengah,” terang Fithra.

Pengamat Ekonomi UI ini menjelaskan, terdapat aspek pemerataan dan penyederhanaan dalam UU Ciptaker. Selama ini investor masih belum memiliki payung hukum yang jelas ketika mereka menanam modal di Indonesia. Maka dari itu, sangat membutuhkan payung hukum dalam waktu yang cepat, salah satunya yakni melalui pengesahan UU Ciptaker ini.

Narasumber lain dalam diskusi tersebut, Staf Khusus (Stafsus) Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg), Faldo Maldini, menilai bahwa sejauh ini masih ada peraturan yang tumpang tindih dan belum ada niatan serius untuk memperbaikinya. Oleh karena itu, diadakan Omnibus Law UU Ciptaker guna memperbaiki itu semua.

“Terlebih, dunia pada saat ini juga terus mengalami krisis ketidakpastian ekonomi, termasuk dengan adanya peran Ukraina dan Rusia sehingga sangat membutuhkan adanya peraturan yang benar-benar jelas mengatasi itu semua,” ungkap Faldo.

Lebih lanjut, Faldo menjelaskan, sejauh ini upaya Pemeritah untuk bisa memperbaiki pola komunikasi secara linear terus dilakukan. Selain itu, di masyarakat justru masih banyak diskusi yang dijalankan, namun ternyata masih mispersepsi karena tidak seluruhnya poin dari UU Ciptaker pro dari oligarki, karena memang nyatanya tidak bisa pihak perusahaan melakukan PHK secara semena-mena.

“Ada lagi seolah UU ini dikatakan tidak pro terhadap buruh. Padahal sebenarnya dalam UU Ciptaker semuanya sudah diatur karena Serikat Buruh bisa secara bebas bersuara,” tutur Faldo.

Faldo mengimbau bagi pihak yang menolak UU Ciptaker dan menilai bahwa aturan ini hanya menguntungkan perusahaan besar saja, hendaknya tidak hanya melihat sebuah aturan dari satu sisi, melainkan dalam kehidupan bernegara, harus melihat horizon dengan lebih luas karena Indonesia sangat besar, sehingga mampu memperhatikan nasib buruh di daerah lain, dalam kaitan pemerataan.

Pada kesempatan sama, Founder Gerakan Cerdas Komunikasi Indonesia (GCKI), Ellys L. Pambayun menuturkan, upaya Pemerintah untuk terus membangun aspirasi dan partisipasi publik sudah sangat banyak dilakukan, dengan menjalankan sosialisasi, diskusi dan sebagainya.

“Namun ternyata publik masih saja menangkapnya dengan kurang baik, maka dari itu sebenarnya pola komunikasi Pemerintah harus diperbaiki, yakni tidak terlalu linear,” terang Ellys.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Anggawira juga menyepakati bahwa  UU Ciptaker merupakan sebuah solusi atas permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia.

Output dari adanya UU Ciptaker, lanjut Anggawira, memang untuk bisa menyediakan penyederhanaan birokrasi, sehingga berjalannya usaha bisa jauh lebih efektif dan efisien.

“Seluruh aturan saya rasa sudah on the track, karena pemerataan juga sudah terjadi dan tidak hanya berpusat di Pulau Jawa saja. Pelibatan seluruh stakeholder juga sudah dilakukan dalam penyusunan satgas dan juga pada bidangnya masing-masing,” pungkas Anggawira.

(*)