Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bangun Sinergitas Bersama, Hindari Politisasi Rumah Ibadah

Oleh : Haikal Fathan Akbar )*

Membangun sinergitas secara bersama-sama dari seluruh pihak terkait, mulai dari para tokoh lintas agama, tokoh lintas etnis dan juga lintas organisasi masyarakat memang merupakan sebuah strategis yang penting untuk bisa terus diterapkan dalam rangka mampu menghindari adanya praktik politik identitas dan juga politisasi agama di rumah ibadah pada pelaksanaan Pemilu 2024 ini.

Kepolisian Resort (Polres) Rembang bersama dengan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menggelar sebuah acara silaturahmi antar lintas agama. Tentunya dengan adanya silaturahmi tersebut, utamanya adalah dalam rangka untuk terus memelihara keamanan dan ketertiban di masyarakat agar senantiasa tercipta situasi yang kondusif, khususnya menjelang tahun politik seperti sekarang ini.

Untuk upaya terus menciptakan kondusifitas di tengah masyarakat dalam menghadapi gelaran pesta demokrasi dan kontestasi politik Pemilihan Umum (Pemilu) pada tahun 2024 mendatang, Kepala Satuan Pembinaan Masyarakat (Kasat Binmas), Suko Diyarto menganggap bahwa memang sangat penting adanya kerja sama dari pihak aparat keamanan termasuk Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Badan Intelijen Negara (BIN) dengan pihak Penyuluh Agama untuk terus memberikan bimbingan kepada seluruh masyarakat menjelang Pemilu.

Pasalnya, apabila bimbingan masyarakat agar senantiasa menjaga kondusifitas wilayah tersebut misalnya hanya dilakukan oleh salah satu pihak dan lembaga tertentu saja, maka tentunya akan ada keterbatasan kemampuan, sehingga memang koordinasi serta integrasi harus benar-benar terus bisa diupayakan agar terjalin dengan baik.

Maka dari itu, segenap elemen dari berbagai sektor lembaga tersebut harus mampu untuk terus mengupayakan situasi dan kondisi yang menyejukkan suasana di tengah masyarakat dan juga di tengah semakin memanasnya persaingan akan kontestasi politik dalam rangka Pemilihan Umum 2024.

Sementara itu, Ketua FKUB Kabupaten Rembang, K.H Athoillah Muslim menyampaikan bahwa terdapat urgensi dari seluruh tokoh agama menjelang perhelatan pesta demokrasi yang dilangsungkan setiap 5 (lima) tahun sekali ini.

Bagaimana tidak, pasalnya urgensi dari semua tokoh lintas agama itu dikarenakan memang pelaksanaan Pemilu 2024 sama sekali tidak bisa dilepaskan dari ada banyaknya kepentingan yang saling beradu di dalamnya. Tentunya kepentingan tersebut adalah untuk bisa mencari kekuasaan akan birokrasi dan lain sebagainya.

Untuk itu, dengan penyelenggaraan Pemilu yang sarat akan kepentingan politik praktis tersebut, maka para tokoh dari lintas agama memang harus mampu untuk membaca situasi dengan tepat agar mereka juga bisa memberikan sumbangsihnya berupa kontribusi secara nyata dan bersama-sama di masyarakat, yakni dengan adanya solusi yang tepat tersampaikan ke telinga masyarakat.

Sudah menjadi rahasia umum pula bahwa memang setiap menjelang pelaksanaan kontestasi politik seperti sekarang ini di Indonesia, propaganda dan juga program dari para peserta Pemilu pasti akan terus banyak ditawarkan ke masyarakat melalui berbagai macam platform media, termasuk media sosial dan internet.

Padahal di media sosial atau internet serta ruang digital sendiri sebenarnya setiap orang memiliki kemampuan masing-masing untuk bisa menciptakan sebuah narasi mereka sendiri, yang mana tidak peduli apakah narasi tersebut adalah sebuah berita bohong atau hoaks, dan juga misalnya memang narasi tersebut merupakan berita benar sesuai dengan yang terjadi di lapangan dan didukung adanya fakta konkret.

Tujuan dari para peserta Pemilu untuk terus mempropagandakan wacana dan program mereka, tentunya juga bertujuan untuk bisa menarik semakin banyak simpatisan masyarakat agar demi mendulang suara dari masyarakat dan memenangkan pihak mereka untuk menduduki kursi jabatan.

Justru karena rawannya propaganda di media sosial tersebut, maka hendaknya masyarakat wajib untuk terus meningkatkan kewaspadaan diri mereka masing-masing, khususnya ketika berhadapan dengan isu dan praktik politik identitas yang mungkin saja terus diterapkan oleh para peserta pesta demokrasi.

Tidak bisa dipungkiri pula bahwa adanya praktik politik identitas melalui politisasi tempat ibadah adalah hal yang sangatlah membahayakan. Pasalnya di dalamnya bukan hanya akan mampu untuk terus membenturkan kelompok agama tertentu seperti mayoritas melawan minoritas saja, namun bahkan antar sesama anggota agama saja bisa terjadi kemungkinan dan mampu memicu adanya perpecahan masyarakat sehingga sangat mengancam semangat persatuan dan kesatuan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Potensi-potensi buruk yang sangat mungkin ditimbulkan sebagai dampak negatif adanya praktik poltik identitas dan juga politisasi rumah ibadah tersebut memang hal yang sangat patut untuk bisa diwaspadai secara bersama-sama.

Dengan kata lain, memang adanya praktik politik agama dan juga politisasi rumah ibadah hendaknya mampu untuk ditolak dengan tegas, diwaspadai serta dicegah dan dihindari oleh segenap elemen bangsa. Salah satu upaya dan juga strategi dalam mewujudkan hal tersebut adalah dengan membangun sinergitas secara solid dan bersama-sama semua pihak lintas agama, lintas etnis hingga lintas organisasi masyarakat.

)* Penulis adalah Kontributor Vimedia Pratama Institute