Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Waspada Politik Identitas Jelang Pemilu 2024

Oleh : Samuel Christian Galal )*

Politik identitas merupakan hal yang menyebabkan polarisasi antar masyarakat, hal tersebut pernah ramai terjadi pada pemilu 2014, 2019 dan juga terjadi pada Pilgub DKI Jakarta. Politik Identitas ini akhirnya menyebabkan hubungan antar warga menjadi renggang hanya karena perbedaan pilihan politik.

Dalam Pidato di Sidang Tahunan MPR 2022 lalu, Presiden Joko Widodo mengingatkan kepada para peserta pemilu untuk meniadakan politik identitas. Jangan ada lagi politisasi agama. Jangan ada lagi polarisasi sosial. Jokowi berharap agar demokrasi di Indonesia harus semakin dewasa. Jokowi meminta kepada peserta Pemilu 2023 untuk mengedepankan adu gagasan. Sebab, politik identitas hanya akan mengorbankan masyarakat.

Senada dengan pernyataan Jokowi, Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga menyerukan agar para peserta pemilu tidak menggunakan politik Identitas demi meraih kemenangan. Partai politik dan para kontestan pemilu harus membuat pakta integritas mengenai larangan penggunaan politik identitas.

Sebelumnya sudah pernah terjadi di mana masjid menjadi tempat kampanye, tentu saja hal tersebut tidak boleh terjadi kembali, karena jika hal tersebut dibiarkan, bukan hanya di masyarakat saja polarisasi bisa terjadi, tetapi juga di dalam masjid dan pesantren. Jangan sampai hanya gara-gara perbedaan pilihan justru menjadikan seseorang tidak diperbolehkan masuk masjid.

Guna mengantisipasi munculnya politik identitas, Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) telah meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membuat peraturan khusus politik Identitas.

Anggota Bawaslu RI, Herwyn Malonda mengatakan pelarangan tersebut mencakup penerapan konsep identitas dalam politik praktis yang akan berdampak negatif pada keberagaman.

Bawaslu dengan tegas mengatakan bahwa pihaknya akan menindak peserta pemilu yang mengusung politik identitas pada penyelenggaraan pesta demokrasi 2024. Lembaga pengawas tersebut juga melarang penggunaan rumah ibadah lainnya untuk dijadikan tempat kampanye politik praktis.

Bawaslu telah menegur salah satu Partai Peserta Pemilu 2024 yang telah mengusung politik identitas. Di mana partai tersebut justru mengibarkan bendera partai di salah satu masjid di Cirebon, Jawa Barat.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf juga menolak penggunaan politik identitas. Pihaknya meminta kepada segenap kontestan dan parpol pemilu untuk tidak menggunakan politik identitas sebagai alat untuk merebut kemenangan. Oleh karena itu dibutuhkan langkah dan upaya serius guna mengantisipasi munculnya politik identitas pada pemilu 2024.

Pada kesempatan berbeda, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo berharap agar Pemilu 2024 bebas dari politik identitas. Sebab, politik identitas itu sangat berbahaya, hal ini dibuktikan dengan adanya dampak politik identitas pada pemilu sebelumnya yang masih terasa hingga saat ini.

Bamsoet juga berharap, pemilu 2024 nanti persaingan antar kandidat akan berjalan dengan sehat. Tidak seperti pada pemilu 2019 yang berujung retaknya keharmonisan antar masyarakat.

Kepentingan politik identitas memang cukup mengkhawatirkan serta menimbulkan keretaan terhadap akar persatuan dan keutuhan bangsa. Untuk itu, pihaknya juga mengajak kepada segenap elemen bangsa untuk menyuarakan tolak politik identitas sebagai alat untuk meraih suara elektoral.

Selaku Ketua GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, memasuki tahun politik, tentu saja banyak aktor politik yang berpikiran sempit guna memuluskan kepentingannya. Ada yang licik dengan mengusung isu atau simbol keagamaan. Hal ini tentu saja harus diwaspadai bersama karena sangat berbahaya bagi kesatuan bangsa.

Gus Yaqut menambahkan, bangsa Indonesia dibangun di atas perjuangan berat para pendiri untuk menyatukan berbagai perbedaan yang ada seperti agama, suku, ras, golongan, bahasa dan lain sebagainya. Persatuan yang telah terbina dengan kuat tersebut dirawat dan dijaga karena Indonesia telah terbukti menjadi rumah bersama.

Menghadapi situasi tersebut, dirinya meminta kepada para kader Pemuda Ansor dan Banser untuk tidak lengah. Sebab akan sangat mungkin para pengguna politik akan menyasar kader NU demi tujuan praktis.

Gus Yaqut juga meminta kepada para kadernya untuk terus mengencangkan pola koordinasi di semua level. Hal ini dilakukan karena ke depan perkembangan perpolitikan di Tanah Air akan semakin dinamis.

GP Ansor juga bertekad agar Pemilu 2024 harus berjalan sesuai dengan regulasi serta berlangsung aman, jujur, adil dan menyenangkan. Hal ini juga sesuai dengan arahan Presiden Jokowi yang mengajak para pelaku politik untuk menjunjung tinggi etika dengan mengedepankan kesantunan, penghormatan antarsesama dan sebagainya.

Di sisi lain, banyaknya generasi muda yang masih duduk di bangku SMA/SMK tentu saja akan menjadi “kue lezat” bagi kader politik untuk mendulang suara. Apalagi generasi muda saat ini tidak lepas dari jaringan internet yang memungkinkan beragam informasi bisa didapat dari genggamannya.

Politik Identitas bisa muncul dari mana saja dan bisa menyasar siapa saja, sehingga masyarakat perlu waspada dan berhati-hati agar tidak diadu domba hanya gara-gara pemilu.

)* Penulis adalah Analis pada Lembaga Gala Indomedia