Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cegah Radikalisme dan Wujudkan Kondusifitas Menjelang Natal

Oleh: Ina Putri Hutagaol*

Menjelang Natal dan Pemilu 2024, Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan untuk membangun suasana yang kondusif. Natal sebagai momen kerukunan dan Pemilu sebagai puncak demokrasi memerlukan upaya bersama dari seluruh lapisan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang harmonis. Dalam konteks ini, berbagai langkah strategis dapat diambil untuk mewujudkan kedamaian dan persatuan.

Dalam menanggapi dinamika ini, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah memutuskan untuk mengambil langkah proaktif dengan menggelar Operasi Lilin selama 12 hari, mulai 22 Desember 2023 hingga 2 Januari 2024. Operasi ini dirancang tidak hanya untuk menjaga Perayaan Natal dan Tahun Baru, tetapi juga untuk mengamankan masa kampanye Pilpres dan Pileg 2024, menghadapi potensi ancaman terorisme, dan mengantisipasi kejahatan konvensional lainnya.

Karo Opsinal Baharkam Polri, Brigjen Mahrozin Rahman, menjelaskan bahwa fokus utama dari Operasi Lilin adalah pencegahan. Melibatkan 101.092 personel dari Mabes Polri dan Polda jajaran, operasi ini didesain untuk mendeteksi dini dan mencegah hukum dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban selama perayaan dan masa kampanye. Dengan meningkatnya kompleksitas situasi kamtibmas seiring berlangsungnya kampanye Pemilu 2023-2024, Polri menyiapkan diri dengan Operasi Mantap Brata dan koordinasi bersama stakeholder terkait.

Pentingnya peran seluruh elemen bangsa juga ditekankan oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet). Dalam suasana Perayaan Natal Tahun 2023 dan Tahun Baru 2024, Bamsoet menyampaikan ajakan kepada elite politik dan seluruh warga negara untuk menjaga persatuan dan kesatuan. Beliau menyoroti bahaya terminologi merusak seperti 'cebong' dan 'kampret', serta memperingatkan agar agama tidak dimanfaatkan sebagai alat untuk menyebar kebencian demi meraih kekuasaan. Bamsoet menekankan bahwa dalam konteks keindonesiaan yang tidak menganut paham sekulerisme, agama menjadi elemen penting dalam konstruksi kehidupan sosial.

Bamsoet menegaskan bahwa implementasi dari praktik kehidupan keagamaan adalah cinta kasih yang menggerakkan persaudaraan. Cinta kasih dan persaudaraan adalah ikatan senyawa yang saling menguatkan satu sama lain, yang akan menuntun setiap langkah kita menuju harmoni dan kedamaian.

Dalam berbagai dialog publik, seperti yang melibatkan Pemikir Kebangsaan Alfan Alfian, Budayawan dan Rohaniawan Katolik Romo Antonius Benny Susetyo, dan praktisi komunikasi Devie Rahmawati, muncul pandangan bahwa partisipasi aktif dan komitmen bersama dari seluruh elemen masyarakat diperlukan. Alfan Alfian menyoroti pentingnya netralitas Bawaslu dan menjauhi politik identitas. Romo Antonius Benny Susetyo menekankan netralitas ASN, TNI, dan Polri, sementara Devie Rahmawati mengimbau masyarakat untuk menghindari berita-berita hoaks dan memeriksa informasi dari sumber resmi.

Melalui dialog dan kolaborasi seperti ini, berbagai pandangan dan ide dihimpun untuk menciptakan situasi kondusif. Praktisi komunikasi Devie Rahmawati menekankan pada pentingnya menghindari hoaks dan memeriksa keabsahan berita dari sumber resmi.

Pemilu seringkali diwarnai oleh potensi konflik dan penyebaran informasi yang tidak benar. Oleh karena itu, perlu adanya langkah-langkah preventif untuk menghadapi situasi ini. Penguatan lembaga-lembaga penegak hukum, pengawasan media, dan kampanye anti-disinformasi dapat menjadi instrumen penting dalam menjaga integritas pemilu. Sosialisasi yang intensif mengenai sanksi hukum bagi penyebar hoaks dan upaya kolaboratif antara pemerintah, media, dan masyarakat sipil dapat mengurangi dampak negatif dari disinformasi.

Romo Antonius Benny Susetyo meminta para pihak yang terkait dengan penyelenggara Pemilu untuk menjaga kedamaian masyarakat dengan bekerja secara profesional. Semua pandangan ini mencerminkan semangat kolaboratif untuk menjaga situasi kondusif menjelang Pemilu dan Natal, di mana keamanan, persatuan, dan cinta kasih menjadi kunci utama.

Menghadapi perayaan Natal, yang memiliki makna mendalam bagi umat Kristiani, dan menjelang Pemilu 2024, perbedaan kepercayaan seringkali menjadi sumber ketegangan. Mendorong dialog antarumat beragama menjadi kunci dalam membangun landasan keharmonisan. Melalui diskusi terbuka, saling penghormatan, dan pemahaman antarumat, kita dapat merajut kembali keberagaman sebagai kekuatan bersama. Inisiatif-inisiatif seperti forum dialog lintasagama, seminar keberagaman, dan pertemuan antarumat dapat menjadi jembatan untuk meredakan potensi konflik dan membangun rasa saling menghargai.

Suasana kondusif dapat dibangun melalui partisipasi aktif masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial dan politik. Organisasi masyarakat sipil, lembaga nirlaba, dan komunitas lokal dapat memainkan peran penting dalam memotivasi warga untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang membangun kebersamaan. Kegiatan seperti gotong royong, bazaar amal, dan program kemanusiaan dapat menjadi wadah untuk menghubungkan masyarakat secara positif dan membangun kepercayaan satu sama lain.

Dalam konteks ini, peran Polri bukan hanya sebagai penjaga keamanan, tetapi juga sebagai fasilitator dan koordinator dalam upaya bersama menciptakan kondisi yang aman, damai, dan kondusif. Dengan memadukan keberhasilan operasional Polri dan partisipasi aktif masyarakat, diharapkan Indonesia dapat merayakan perayaan Natal dan Pemilu dengan damai, harmonis, dan penuh kegembiraan. Tantangan besar ini membutuhkan kerjasama semua pihak untuk bersama-sama menciptakan masa depan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia.

*Penulis merupakan pemerhati keamanan nasional