Jelang Pemilu 2024, Elemen Masyarakat Wajib Bersinergi Tangkal Berita Hoaks
Oleh: Renaka Ima Delia )*
Sebagaimana kita ketahui bersama, Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan puncak dari sistem demokrasi Indonesia. Pada pemilu, rakyat diberikan kesempatan untuk memilih calon presiden juga calon wakil presiden yang hendak mereka tentukan untuk memimpin dan menentukan arah bangsa. Tentu saja, pemilu ini begitu penting untuk masyarakat karena wakil-wakil yang nantinya terpilih, kebijakan-kebijakan yang mereka buat akan memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat.
Saat ini berbagai media sudah ramai memberitakan hal-hal yang berkaitan dengan pemilu, terutama berita-berita terkait dengan pilpres. Mulai dari pemberitaan terkait koalisi-koalisi yang dibentuk oleh masing-masing partai politik, pengusungan nama bakal calon presiden dan calon wakil presiden, hingga debat capres cawapres yang cukup menimbulkan polemik.
Dengan segala kemajuan teknologi dan komunikasi yang ada saat ini, membawa kerawanan besar munculnya informasi hoaks atau berita palsu. Hoaks atau berita palsu di tengah-tengah situasi politik yang sedang panas-panasnya akan memberikan dampak yang buruk, terutama bagi masyarakat, mulai dari polarisasi yang tak terhindarkan hingga menimbulkan konflik yang sifatnya destruktif.
Menjelang pemilu 2024 ini, ada banyak sekali hoaks yang bertebaran di internet. Namun, bukan tanpa alasan, hoaks-hoaks yang bertebaran di internet menjelang pemilu 2024 ini tentu ada penyebabnya. Beberapa penyebab beredarnya hoaks menjelang Pemilu 2024 bisa berasal dari Politik Identitas. Calon presiden, calon wakil presiden, calon wakil-wakil rakyat, dan partai politik, sering memanfaatkan perbedaan identitas untuk menaikkan dukungannya terhadap mereka, karena identitas adalah masalah yang sensitif bagi masyarakat Indonesia, maka ini menjadi ladang yang bagus buat pemerintah untuk meningkatkan dukungan masyarakat terhadap mereka.
Penggunaan politik identitas sebenarnya merupakan hal yang wajar dalam upayanya untuk menarik dukungan dari masyarakat, yang menjadi masalah adalah ketika mereka menggunakan kekuasaannya untuk memanipulasi media dan menyebarkan hoaks kepada masyarakat. Informasi yang beredar di internet sekarang sudah tidak terkendali lagi. Ada banyak sekali berita yang bermunculan setiap detiknya dan kalau kita tidak kritis dalam membaca berita-berita di internet tersebut, maka bisa saja kita akan mengonsumsi berita-berita hoaks. Terlebih lagi biasanya para oknum itu dengan berbagai macam cara sengaja menyebarkan hoaks yang berkaitan dengan identitas seseorang untuk merendahkan golongan yang lain dan berakhir pada konflik antar identitas yang berbeda.
Peran media sebagai sumber informasi, tentu saja memberikan peran penting menjelang pemilu 2024. Masing-masing media berlomba-lomba untuk memberikan berita terbaru terkait dengan pemilu, mulai dari informasi kandidat presiden dan wakil presiden, isu-isu politik, dan penyelenggaraan seminar atau percakapan dari calon-calon presiden. Dalam memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan pemilu tersebut, idealnya media-media harus menjunjung tinggi netralitas sesuai dengan prinsip dasar jurnalistik.
Namun, karena berbagai hal seperti kepemilikan media oleh individu atau perusahaan tertentu yang memiliki kepentingan politik sendiri, tekanan dari berbagai pihak, persaingan dengan media lain, dan polarisasi masyarakat menyebabkan media harus berpihak kepada golongan dan kepentingan tertentu yang mengakibatkannya menjadi tidak netral.
Menjelang pemilu 2024, media sosial juga punya peran yang signifikan dalam upayanya untuk menyebarkan informasi terkait dengan isu-isu politik yang sedang terjadi. Namun, seperti media konvensional tadi, media sosial juga memberikan dampak yang negatif bagi para pembaca jika tidak digunakan dengan baik. Bahkan mungkin dampaknya lebih parah daripada media konvensional karena media sosial ini biasanya menyediakan fitur untuk para penggunanya berinteraksi satu sama lain.
Forum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jawa Timur menggelar Mimbar Demokrasi di halaman Universitas Muhammadiyah Surabaya, untuk menyerukan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 damai tanpa hoaks dan provokasi. Koordinator Wilayah BEM Jawa Timur, Ahmad Roby Gunawan menjelaskan bahwa perkumpulan ini berangkat dari kegelisahan atas dinamika aktual khususnya jelang Pemilu 2024.
Menurut Roby, akhir-akhir ini mulai marak provokasi yang mengarah pada kekacauan dalam Pemilu 202. Mahasiswa sangat rentan dihadapkan pada kasus-kasus seperti kampanye hitam, hoaks hingga maraknya ujaran kebencian. Roby juga mengatakan mahasiswa harus punya kesadaran politik bahwa persatuan dan kesatuan harus lebih utama. Pemilu 2024 harus menjadi silaturrahim untuk memperkuat perbedaan-perbedaan politik bukan saling mempertajam perpecahan di negeri ini.
Sementara itu, Koordinator Daerah BEM Nusantara Jawa Timur, Elang Bagus mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga persatuan dan kesatuan, mengedepankan kontestasi ide dan gagasan serta menekankan bahwa perbedaan politik adalah sebuah keniscayaan dalam iklim demokrasi. Menurutnya, setiap orang harus menghargai pilihan masing-masing individu. Siapa pun pilihannya, jangan sampai mudah digiring untuk terpecah belah. Hentikan postingan tanpa fakta yang bersifat provokasi, demi memastikan tidak adanya perpecahan di Pemilu nanti, tuturnya.
Adapun, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyatakan hoaks adalah ancaman serius bagi pelaksanaan Pemilu 2024. Hoaks tidak hanya mengganggu proses demokrasi yang berlangsung, tetapi juga mampu meruntuhkan keakraban sosial masyarakat.
Pihaknya mengimbau seluruh masyarakat agar melawan hoaks dan berbagai praktik penyalahgunaan informasi selama momentum Pemilu 2024. Menurutnya, setiap warga negara memiliki tanggung jawab untuk menjaga ruang digital tidak dikotori oleh narasi ujaran kebencian atau hate speech.
Dengan adanya banyak berita yang tersebar di berbagai media, menjadikan kita sulit untuk membedakan antara berita hoaks dan berita yang kredibel. Apalagi ditambah dengan kurangnya literasi.
Maka dari itu, pentingnya menambah literasi agar kita memiliki pola pikir yang kritis dan selalu skeptis terhadap sesuatu. Sehingga tidak akan gampang terperdaya oleh judul-judul berita yang bombastis. Dengan adanya pemberitaan terkait penyebab hoaks menjelang pemilu 2024, diharapkan masyarakat dapat menyaring lagi berita-berita yang dikonsumsi dan janganlah mudah terprovokasi hanya karena media memberikan informasi yang tidak sesuai dengan pandangannya.
)* Penulis adalah kontributor Jendela Baca Institute