Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Generasi Muda Wajib Bersatu Demi Tangkal Radikalisme

Oleh : Rivka Mayangsari*)

Generasi muda merupakan penerus bangsa dan pewaris peradaban. Oleh sebab itu, generasi muda harus mampu bersatu dan menangkal paham radikal yang hingga saat ini masih menjadi ancaman bagi keutuhan bangsa Indonesia.

Generasi muda yang didominasi Generasi Z kini mendominasi Indonesia. Generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 saat ini berjumlah sekitar 74,93 juta jiwa atau 27,94% dari total populasi. Oleh karenanya, Keberadaan anak Gen Z sebagai mayoritas penduduk menjadi harapan perubahan dan kemajuan di masa mendatang. Tak hanya itu, keberadaan Generasi Z tersebut harus mampu terbebas dari paham radikal yang umumnya banyak menyebar melalui media sosial.

Kelompok radikal dan teroris memang dengan sengaja berupaya untuk terus memecah belah bangsa ini agar terjadi kekacauan di tengah masyarakat. Mereka memanfaatkan banyaknya jumlah massa, termasuk juga mereka dengan licik melihat adanya momentum tahapan Pemilu.

Jika para propagandis gerakan dan paham radikal serta intoleran itu terus dibiarkan, maka jelas akan sangat mengancam keberhasilan Pemilihan Umum yang seharusnya bisa terlaksana dengan lancar, aman dan juga damai. Maka dari itu, upaya untuk bisa mencegah penyebaran radikalisme dan terorisme selama pelaksanaan Pemilu memang perlu dilakukan oleh semua pihak, termasuk masyarakat serta media.

Peran media memang tidaklah dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Pasalnya, memang berbagai sumber informasi dapat dengan sangat mudah untuk didapatkan dan diakses dari sana, namun terdapat pula ancaman lain lantaran banyak sekali arus informasi yang sangat memadati dunia maya, sehingga terkadang antara informasi yang positif dan juga informasi yang negatif sekalipun bercampur aduk dan menjadikan masyarakat kadang kala kesulitan untuk membedakan keduanya.

Beragam konten yang disajikan dan dengan sangat mudah untuk diakses atau dilihat oleh seluruh elemen masyarakat dari semua kalangan pun, tidak ajaran akan mampu untuk memengaruhi bagaimana perilaku kehidupan mereka sehari-harinya. Jelas sekali hal tersebut akan sangat berbahaya apabila ternyata konten yang diterima oleh masyarakat merupakan sebuah konten yang tidak benar.

Para pemuda, sebagaimana diketahui memang masih labil dan mudah meneran bulat-bulat berbagai macam informasi yang mereka dapatkan dari dunia maya dan sosial media untuk bisa membentuk branding diri mereka. Hal ini tentu sangat berbahaya karena informasi yang berkembang di media sosial tidak sepenuhnya benar dan tidak seluruhnya baik.

Sebagaimana diketahui, Medsos saat ini masih diwarnai oleh konten ujaran kebencian dan hoaks. Maka dari itu, generasi muda, khususnya milenial dan Gen Z, yang hampir setiap saat mengakses media sosial harus tetap kritis agar tidak terpengaruh radikalisme.

Fenomena terpaparnya generasi muda dengan radikalisme tentu bukanlah isapan jempol semata. Berkaca pada penelitian yang dilakukan Balitbang Kemenag tahun 2021, diketahui bahwa seorang WNI mantan simpatisan ISIS tertarik dengan ISIS karena menonton video propaganda yang ia dapatkan di internet. Namun, tak lama setelah itu yang bersangkutan merasa menyesal.

Fragmen serupa juga dialami pula oleh Nur Dahnia putri dari Direktur Otorita Batam Joko Wiwoho. Kala itu ketika yang bersangkutan memutuskan pergi ke Suriah usianya baru menginjak 15 tahun. Kemudian, setelah berada di Suriah selama kurang lebih 1,5 tahun, akhirnya ia kembali dan menyadari kekeliruannya. Karena itu, pakar Statistik Universitas Indonesia (UI), Farhan Muntafa, menilai bahwa dunia internet telah digunakan untuk merilis manifesto, propaganda, statemen agitatif, menggalang dukungan untuk memperkuat jaringan, dan mengkomunikasikan antar-jaringan untuk merekrut anggota baru.

Generasi muda harus bijak dalam menggunakan teknologi dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya. Mereka juga wajib bersatu bersama-sama mencegah penyebaran radikalisme, khususnya di masa Pemilu ini. Terkait hal itu, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Worry Mambusy Manoby menilai perbedaan pendapat yang berlebihan, perasaan tidak puas, apabila terus-menerus ditampilkan bisa menimbulkan intoleransi dan memicu tindakan radikalisme.

Di sisi lain, Worry juga berharap sejumlah pihak seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk terus meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi penyebaran ideologi radikal.

Sebelumnya, Kepala BNPT, Rycko Amelza Dahniel, mengatakan sasaran kelompok radikalisme adalah menjadikan generasi muda intoleran. Pikiran mereka akan dikontaminasikan hal-hal barbau kebencian, kekerasan, kekejian dan kebiadaban, pakai bungkus agama.

Menurut Rycko, proses penyebaran ideologi ini menyasar pada keyakinan generasi muda dengan diperkuat oleh narasi-narasi perintah agama, dan meyakinkan bahwa apa yang dilakukan itu merupakan perintah agama.

Radikalisme dan terorisme adalah musuh bersama. Peran kolaborasi dari berbagai elemen masyarakat untuk menjauhkan generasi muda dari pemahaman sesat, sangatlah diperlukan. Oleh karena itu, masyarakat khususnya generasi muda harus dapat mencerna suatu informasi di media sosial untuk bekal penting masyarakat membentengi diri akan paham tersebut serta memperkuat keimanan dan menjunjung tinggi semangat Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

*) pengamat sosial