Bersinergi Jaga Kondusivitas, Ketidakpuasan Hasil Pemilu Dapat Menempuh Jalur Konstitusional
Oleh : Rama Satria )*
Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) beberapa waktu yang lalu. Masyarakat yang tidak puas dengan hasil Pemilu tersebut diharapkan dapat menempuh jalur konstitusional agar situasi kondusif pasca Pemilu dapat terjaga sebagai wujud kematangan berdemokrasi.
Pemilihan umum senantiasa menjadi titik penting dalam perjalanan demokrasi suatu bangsa. Di Indonesia, proses Pemilu seringkali menjadi sorotan publik yang intens, terutama dalam menjelang dan pasca pengumuman hasil.
Suasana penuh antusiasme, harapan, dan terkadang ketegangan, melingkupi setiap tahapannya. Begitu juga dengan Pemilu 2024, yang tidak hanya menjadi ajang pesta demokrasi, tetapi juga ujian bagi kedewasaan politik dan kematangan institusi dalam menangani dinamika sosial-politik. Hasil yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi titik awal dari serangkaian proses pasca-pemilihan yang menentukan arah politik negara selanjutnya.
Sebagaimana tergambar dari pernyataan Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin, KPU telah menetapkan hasil rekapitulasi Pemilu 2024. Dalam konteks ini, penting bagi kita untuk memahami bahwa tidak semua pihak akan sepakat atau puas dengan hasil yang diumumkan.
Itulah sebabnya, Wapres Ma'ruf Amin menegaskan bahwa siapapun yang tidak puas dengan hasil tersebut memiliki hak untuk menempuh jalur hukum, khususnya dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini mencerminkan sikap pemerintah yang terbuka terhadap proses hukum sebagai bagian dari upaya menjaga keadilan dan menegakkan prinsip demokrasi.
Hal senada juga disampaikan oleh salah satu organisasi besar Islam Indonesia, Muhammadiyah. Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir beberapa waktu yang lalu menjelaskan agar para pihak yang keberatan dengan hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ini untuk menyikapinya dengan menempuh jalur konstitusi.
Dirinya turut mengimbau agar pihak-pihak yang keberatan tersebut tidak menempuh cara-cara yang dikemas dalam pengerahan massa. Sebab menurutnya, hal tersebut akan memicu kekerasan dan konflik horizontal. Ketum Muhammadiyah Haedar Nashir juga berpesan agar semua pihak, baik yang menang maupun yang kalah dapat saling menjaga sikap saling menghormati dan tenggang rasa.
Namun, perlu diingat bahwa dalam menempuh jalur hukum, penting untuk mematuhi aturan yang berlaku. Pakar hukum, seperti Radian Syam, menekankan perlunya menggunakan jalur hukum yang konstitusional dalam menyelesaikan perselisihan pasca-pemilihan.
Dalam konteks ini, Pasal 475 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi pedoman yang penting. Selain itu, Peraturan MK Nomor 5 Tahun 2023 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Umum juga menjadi acuan dalam proses hukum ini.
Pesan yang disampaikan oleh Radian Syam tidak hanya sekadar mengingatkan, tetapi juga menegaskan pentingnya penegakan hukum yang adil dan transparan sebagai salah satu pilar utama dalam menjaga stabilitas negara.
Sementara itu, dalam menjaga situasi pasca-pemilihan, peran aparat keamanan menjadi sangat penting. Polda Metro Jaya memberikan klaim bahwa situasi pasca pengumuman hasil Pilpres 2024 masih kondusif. Tidak adanya peningkatan eskalasi yang signifikan dan tidak terjadi kericuhan yang berarti menunjukkan bahwa aparat kepolisian mampu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dengan baik.
Pembubaran massa aksi penolak hasil Pemilu 2024 dilakukan dengan tegas namun tetap memperhatikan aspek keamanan dan hak asasi manusia. Langkah-langkah persuasif yang diambil oleh aparat kepolisian dalam mengendalikan situasi memperlihatkan kematangan dalam menghadapi potensi ketegangan pasca-pemilihan.
Di sisi lain, peran aparat keamanan menjadi sangat penting dalam menjaga situasi pasca-Pemilu. Polda Metro Jaya mengklaim bahwa situasi pasca pengumuman hasil Pilpres 2024 masih kondusif. Tidak adanya peningkatan eskalasi yang signifikan dan tidak terjadi kericuhan yang berarti menunjukkan bahwa aparat kepolisian mampu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dengan baik.
Pembubaran massa aksi penolak hasil Pemilu 2024 dilakukan dengan tegas namun tetap memperhatikan aspek keamanan dan hak asasi manusia. Langkah-langkah persuasif yang diambil oleh aparat kepolisian dalam mengendalikan situasi memperlihatkan kematangan dalam menghadapi potensi ketegangan pasca-Pemilu.
Namun, tantangan sebenarnya tidak hanya terbatas pada penyelesaian perselisihan politik secara hukum. Menjaga stabilitas dan harmoni sosial pasca-Pemilu juga menjadi tugas penting. Seluruh elemen masyarakat, termasuk partai politik, tokoh masyarakat, dan media massa, memiliki peran penting dalam menenangkan situasi dan menjaga keamanan.
Semua pihak harus mampu menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau kelompok, serta menghormati proses demokrasi dan keputusan lembaga peradilan. Kondisi politik yang kondusif adalah modal utama dalam membangun negara yang kuat dan berdaulat.
Dalam menghadapi tantangan pasca-pemilihan, kita diingatkan akan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan sebagai modal utama dalam membangun bangsa yang maju dan beradab. Kondisi politik yang kondusif adalah cerminan dari kedewasaan politik dan kematangan institusi dalam menangani dinamika sosial-politik.
Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama mengawal langkah pasca-pemilu menuju stabilitas, dengan mengutamakan kepentingan bersama di atas segala kepentingan pribadi atau kelompok. Kita semua adalah pemenangnya dalam memastikan bahwa demokrasi di Indonesia tetap tegak dan berjalan dengan baik, sebagai landasan bagi terwujudnya cita-cita bersama untuk keadilan, kemakmuran, dan kemajuan bangsa.
)* Penulis adalah Kontributor Persada Institute