Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketua FKUB Jayapura: Penyanderaan Pilot Susi Air Fatalisme Terhadap Perubahan Peradaban di Pegunungan Papua

Jakarta – Penyanderaan pilot Susi Air oleh KKB Papua telah menyebabkan kemunduran yang luar biasa bagi masyarakat di pegunungan Papua. Hal ini diungkapkan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jayapura, Albert Yoku, dalam sebuah dialog di Kompas TV, Kamis (2/3/2023).

Albert Yoku menilai bahwa pilot adalah pahlawan pembuka keterisolasian di Papua dan pahlawan peradaban baru bagi Papua.

“Kalau satu pilot ini menyebabkan 1000 pilot tidak terbang melayani masyarakat di Pegunungan, ini menjadi kemunduran yang luar biasa”, katanya.

Untuk itu, lanjut Albert Yoku, saya mengingatkan kepada Egianus bahwa pilot itu adalah orang yang berjasa karena dia meninggalkan keluarganya dan siap menerima resiko di wilayah itu, sehingga para pimpinan adat harus bicara soal matinya perkembangan.

Menurutnya, pengorbanan para pilot tidaklah kecil untuk bisa membawa peradaban dan pembangunan di Papua pegunungan, karena mereka mempertaruhkan nyawa dengan jalur yang pendek dan cuaca yang kadang buruk.

Albert Yoku juga mengungkapkan istilah ‘satu tungku tiga batu’, yang biasanya digunakan untuk mediasi, negosiasi secara kearifan lokal.

“Misalnya sekarang kalau di daerah penyanderaan ini, sebenarnya peran dari Bupati bersama dengan tokoh agama, juga ada peran dari pemerintah, saya sangat mendorong lembaga masyarakat adat Pegunungan ikut berperan dalam kegiatan ini, karena yang tahu pendekatan secara local wisdom, secara bahasa, budaya dan lain-lain adalah tiga unsur ini yang berada di dekat dan selalu berhubungan secara personal terhadap seluruh kondisi yang ada di sana. Baik secara iman, keagamaan dan hukum budaya dan adat mereka di situ”, jelas Albert Yoku.

Lebih lanjut, Albert Yoku mengatakan ‘satu tungku tiga batu’ ini sangat efektif digunakan untuk menyelesaikan masalah yang bersifat konflik horizontal. Namun, pada soal penyanderaan ini adalah soal vertikal dan sudah melewati dari peran ketiga “tungku” tersebut.

Namun, pihaknya tetap yakin pemerintah melakukan tugas vertikal ini.

“Karena ini konteksnya sudah tinggi sekali dan berafiliasi pada politik dan militansi, peran yang saya pikir dari tokoh agama, tokoh adat tetap harus mengimbau dan mengingatkan anak Egianus, karena ini merupakan tindakan fatalisme terhadap perubahan yang selama ini sudah dibangun”, tutur Ketua FKUB Kabupaten Jayapura tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Pengamat Politik Ikrar Nusa Bhakti juga berharap pendekatan keamanan menjadi pilihan terakhir, namun sebelum itu bisa saja ada pilihan yang kedua, yakni apakah mungkin menggunakan pihak ketiga sebagai mediator untuk perundingan tersebut, namun ini memang memakan waktu.  

“Kita juga pernah menggunakan pihak ketiga pada konflik Aceh dan berjalan dengan baik. Pilihan yang baik ini akan menjadi hal tepat, namun seorang pendeta seperti Albert Yoku akan menjadi kelompok agamawan dan kelompok asli daerah tersebut yang menjadi pilihan kita gunakan dulu”, jelas Ikrar Nusa Bhakti.

Pihaknya juga meyakini bahwa tokoh agama bisa menyatu dan memiliki visi serta keinginan yang sama dalam menyelesaikan masalah ini, dan mereka bisa menyelesaikan konflik di adat setempat.

Lebih lanjut, ia mengungkap bahwa kasus ini bukan kali pertama pesawat perintis dibakar oleh KKB. Tahun 2021 sempat terjadi kejadian yang sama. Selain itu, menurutnya, penerbangan-penerbangan perintis menjadi suatu penerbangan yang sangat penting.

“Ini menunjukkan betapa peran besar dari saudara kita yang hendak pergi ke wilayah lain, karena penerbangan dengan Susi Air memang biayanya sangat minim, di situlah pentingnya penerbangan perintis, karena bukan hanya mengangkat barang, tapi juga mengangkat manusia. Makanya kalau kemudian masih terjadi lagi adanya penyergapan bahkan pembakaran, membuat kita cukup sedih mendengar hal itu”, lanjut Ikrar Nusa Bhakti.

Pengamat Politik tersebut menilai perdamaian di Papua menjadi sangat penting, bukan hanya untuk rakyat setempat dan rakyat Indonesia secara keseluruhan, karena juga untuk internasional karena banyaknya investasi di tanah Papua.

“Kalau memang tidak ada pilihan lain, tentunya pendekatan keamanan yang harus digunakan dan harus dihitung secara matang apa yang akan terjadi ke depannya”, tutup Ikrar Nusa Bhakti.