Tokoh Agama Papua Desak KST Bebaskan Pilot Susi Air
Oleh : Saby Kosay )*
Tokoh Agama Papua, Pendeta Papua Albert Yoku mendesak Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua untuk segera membebaskan Pilot Susi Air. Penyanderaan pilot Pesawat dan rangkaian aksi kekerasan selama ini menurutnya tidak dapat dibenarkan dan menciderai pengorbanan para pilot yang sejauh ini berjuang untuk rakyat Papua.
OPM diketahui membakar pesawat dan menyandera penumpang serta pilotnya pada 7 Februari 2023. Aksi mereka dikecam oleh para tokoh agama, tidak terkecuali Pendeta kharismatik asal Papua Albert Yoku. Menurutnya pesawat udara merupakan transportasi penting bagi masyarakat. Tanpa adanya penerbangan, mobilitas orang maupun barang sulit dilaksanakan.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kab. Jayapura tersebut turut menjelaskan bahwa pengorbanan para pilot tidaklah kecil untuk bisa membawa peradaban dan pembangunan di Papua pegunungan, karena mereka mempertaruhkan nyawa dengan jalur yang pendek dan cuaca yang kadang buruk. Hal itu disampaikan Pendeta Albert dalam sebuah diskusi di stasiun televise pada 2 Maret 2023.
Pendeta Albert juga menjelaskan pentingnya sinergitas semua pihak untuk ikut mengakhiri drama penyanderaan pilot Susi Air. Menurutnya peran dari Bupati bersama dengan tokoh agama sangat penting. Tidak hanya itu, pihaknya juga mendorong agar lembaga masyarakat adat Pegunungan ikut berperan dalam kegiatan ini, karena yang tahu pendekatan secara local wisdom, secara bahasa, budaya dan lain-lain adalah unsur agama, adat, dan Pemerintah. Hal itu karena ketiga unsur tersebut, selalu berhubungan secara personal terhadap seluruh kondisi yang ada di sana, baik secara iman, keagamaan dan hukum budaya dan adat mereka di situ.
Peristiwa pembakaran pesawat dan penyanderaan pilot tentu saja mengguncang Papua, meneror psikis masyarakat, dan juga menyebabkan berbagai persoalan. Salah satu dampak besar tersebut adalah terganggunya arus disribusi barang dan jasa serta menyebabkan kelangkaan berbagai barang kebutuhan pokok.
Dalam kesempatan yang sama, pengamat Politik Ikrar Nusa Bhakti mengatakan penerbangan-penerbangan perintis menjadi suatu penerbangan yang sangat penting. Ini bukan kali pertama pesawat perintis dibakar oleh KST, tahun 2021 sempat terjadi kejadian yang sama. Menurutnya penerbangan perintis bukan hanya mengangkat barang, tapi juga mengangkat manusia. Makanya kalau kemudian masih terjadi lagi adanya penyergapan bahkan pembakaran, membuat masyarakat seluruh rakyat Indonesia sedih.
Ikrar menjelaskan bahwa pendekatan keamanan menjadi pilihan terakhir, namun sebelum itu bisa saja ada pilihan yang kedua, yakni menggunakan pihak ketiga sebagai mediator untuk perundingan tersebut, dan ini memang memakan waktu.
Indonesia pernah menggunakan pihak ketiga dengan konflik pada Aceh dan berjalan dengan baik. Oleh sebab itu, diharapkan kesuksesan tersebut dapat berulang, utamanya menggunakan tokoh agama. Tokoh agama diyakini bisa menyatu dan memiliki visi serta keinginan yang sama dalam menyelesaikan masalah ini, mereka bisa menyelesaikan konflik di adat setempat.
Ikrar berharap agar perdamaian di Papua dapat terus terwujud, bukan hanya untuk rakyat setempat dan namun juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Keamanan Papua menjadi hal penting karena banyak investasi strategis berada di wilayah tersebut. Oleh sebab itu, jika jalur negoisasi tidak menemui titik temu tentunya pendekatan keamanan yang digunakan dan harus dihitung secara matang tentaang apa yang akan terjadi kedepannya.
Sebelumnya, Pendeta Sherly Parinussa menyatakan bahwa ia dan segenap pendeta yang tergabung dalam Persekutuan Gereja-Gereja di Papua mengecam kekerasan dan pembakaran pesawat yang dilakukan oleh KST. Apalagi mereka juga menyandera pilot bernama Capt. Phillip bersama sejumlah penumpang pesawat.
Pendeta Sherly Parinussa melanjutkan, tindakan KST merugikan warga sipil Papua karena pesawat yang dibakar merupakan alat transportasi yang digunakan sehari-hari. Apalagi sang pilot datang untuk memberikan pelayanan kepada segenap masyarakat di Bumi Cendrawasih. Pilot dan penumpang yang disandera tidak ada hubungannya dengan kondisi sosial di Papua.
Bayangkan jika ada sedikit pesawat di Bandara Paro, Kabupaten Nduga, Papua. Masyarakat akan mengantri terlalu lama untuk terbang atau mendapatkan berbagai kebutuhan pokok yang didapatkan dari daerah lain. Kehidupan mereka akan susah gara-gara KST.
Amat wajar jika tokoh agama mengecam KST. Sebagai pendeta mereka memikirkan nasib warga Papua. Apalagi saat ini di wilayah Nduga dan Oksibil masyarakat ketakutan akan teror KST. Jangan sampai kehidupan dan perekonomian mereka terhenti gara-gara kelompok separatis tersebut, karena lebih memilih untuk mengungsi atau bersembunyi terus-menerus di dalam rumah.
Para tokoh agama juga geram karena KST tega menyandera penumpang pesawat, padahal mereka adalah warga asli Papua. Berarti KST tidak mencintai Papua karena menyakiti saudaranya sendiri. Penduduk asli dijadikan korban dan takutnya para pendatang akan jadi incaran selanjutnya.
KST pun diharapkan menghormati tokoh agama atau tokoh adat tersebut, karena merupakan tetua di masyarakat. Semoga Egianus Kogoya sebagai pimpinan KST membebaskan para sandera dan tidak mengulangi perbuatannya.
Pembakaran pesawat dan penculikan pilot serta penumpang Susi Air menjadi peristiwa yang berdampak luas bagi rakyat Papua. Para tokoh agama mengecam keras KST karena merusak alat transportasi yang sangat dibutuhkan oleh penduduk di Bumi Cendrawasih. Oleh sebab itu, dukungan seluruh rakyat Papua dibutuhkan agar drama penyanderaan ini dapat segera berakhir dan aktivitas masyarakat dapat berjalan sebagaimana mestinya.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta