Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kelicikan KST Papua Gunakan Anak dan Perempuan sebagai Tameng Hidup

OLEH : Alfred Jigibalom )*

Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua semakin licik dengan menggunakan banyak akal bulusnya untuk melancarkan aksi kekejaman mereka. Mereka menggunakan anak dan perempuan sebagai tameng untuk melancarkan pemikiran ideologinya yang tak masuk akal dan melancarkan berbagai penyerangan serta tindakan brutal yang dapat merugikan masyarakat, khususnya warga sipil yang tidak berdosa.

Penggunaan perempuan dan anak-anak yang dijadikan sebagai tameng saja sudah melanggar norma sebagai manusia, karena perempuan dan anak seharusnya dijaga dan dilindungi, bukan dijadikan tameng untuk kepentingan semata.

Berbagai macam upaya dilakukan oleh gabungan aparat keamanan Indonesia, TNI, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN) RI untuk memberantas KST Papua atas berbagai macam tindakannya yang sudah melampaui batas. Gerombolan ini menyerang hingga membunuh prajurit TNI yang tengah menjalankan misi pencarian pilot Susi Air, Capt Philip Mark Merthens di Nduga, Papua Pegunungan. Parahnya lagi, warga sipil yang tak bersalah dan tak tahu menahu itu pun tak luput terkena dari serangan KST yang brutal.

Tidak mudah memberantas KST Papua yang juga bersenjata dan memiliki ideologi kuat, pasalnya memang KST memiliki banyak akal bulus untuk melancarkan aksi kejamnya ini. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksda Julius Widjojono mengungkapkan bahwa saat ini mereka menggunakan strategi baru dengan menggunakan perempuan dan anak-anak sebagai tamengnya, sementara yang dewasa di belakang bertugas sebagai penembak. Tameng tersebut digunakan untuk membacoki para prajurit, beberapa diantara anggota KST ini menggunakan senjata parang untuk menyerang prajurit.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman mengatakan bahwa gerombolan yang dipimpin oleh Egianus Kogoya ini mencari makan dengan cara memeras seperti preman, apabila tidak dipenuhi keinginannya mereka akan menyerang, bahkan sesama warga Papua sendiri. Dana desa yang dipergunakan untuk kepentingan desa pun justru disalahgunakan untuk menyerang dan merusak perkampungan saudaranya dengan dalih ingin memajukan Papua. Selain itu, KST Papua juga mengincar Dana Otonomi Khusus Papua yang digunakan untuk membangun Bumi Cendrawasih. Mereka memanfaatkan proyek pembangunan yang digunakan untuk memajukan Kawasan Timur Indonesia itu dengan menyerang para pekerja proyek dan merusaknya.

Bukan tidak mungkin pemberantasan KST Papua dilakukan, akan tetapi juga tidak bisa sembarangan untuk langsung bertindak tanpa berpikir matang-matang. Pasalnya, selain memberantas gerombolan KST Papua yang brutal ini, aparat keamanan juga harus memperhatikan keselamatan warga, khususnya saat ini para perempuan dan anak-anak yang menjadi tameng mereka. Jenderal Dudung mengakui bahwa selain faktor tersebut, faktor lainnya yang menjadi penghambat yakni faktor demografi dan kondisi geografi, KST Papua mengetahui betul medan wilayah mereka, TNI-Polri juga harus berhati-hati agar tidak ada korban jiwa dari masyarakat.

Menanggapi persoalan tersebut, Menko Polhukam Mahfud MD mengamini jika untuk memberantas KST Papua ini harus mempersiapkan strategi yang matang, ia juga mengatakan bahwa kesulitan pemberantasan KST Papua ada dua. Pertama, satu sandera dijadikan tameng hidup, kemudian jika kita bergerak ancaman pembunuhan itu muncul. Memang tidak sulit jika hanya menumpas gerombolan tak berhati tersebut, akan tetapi memang ada banyak faktor di lapangan yang menguji para prajurit dalam misi penyelamatan ini. Dirinya juga menambahkan bahwa kita harus bersabar dan menunggu langkah pemerintah yang saat ini tengah menyusun langkah-langkah upaya penyelamatan, menjamin keamanan sandera, dan tentunya warga sipil yang tak berdosa juga dapat dilindungi dan tak menjadi korban.

Sudah banyak korban berjatuhan dalam upaya misi penyelamatan sandera pilot Susi Air ini, tim gabungan aparat keamanan TNI-Polri kembali menemukan 4 prajurit yang gugur akibat ulah dari KST Papua di Nduga, Papua Pegunungan. Dalam hal ini, TNI Laksda Julius Widjojono menyampaikan langsung melalui keterangannya bahwa keempat prajurit ditemukan dalam kondisi meninggal dunia, termasuk di dalamnya yakni Pratu Miftahul Arifin, Satgas Yonif R 321/GT di Mugi-Mam Nduga, Pratu A, Pratu I, Pratu K, dan Prada S.

Kelicikan tak bisa dibalas dengan penyerangan, pemerintahan membutuhkan banyak upaya yang harus dilakukan saat KST Papua menggunakan anak-anak dan perempuan sebagai tameng agar mereka hidup. Tentunya hal ini melanggar norma adat, dimana perempuan harus dijunjung tinggi dan dilindungi. Oleh sebab itu, perlu adanya kesabaran dan strategi khusus untuk menumpas KST Papua yang keji ini. Dengan demikian, aksi KST Papua yang saling menyerang dengan TNI-Polri ini memang harus diberhentikan dan tak boleh terjadi terus-menerus. Sudah banyak memakan korban jiwa, dan jangan sampai ada korban yang berjatuhan lagi. Untuk langkah selanjutnya lembaga pemerintah diharapkan agar segera menyelesaikan penumpasan KST Papua dengan berbagai upaya dan taktik yang tentunya aman, sehingga tidak ada korban jiwa tak berdosa dalam peristiwa tersebut, para KST Papua juga segera diadili.

)* Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Bali