UU Cipta Kerja Meningkatkan Perlindungan Terhadap Buruh
Oleh : Samuel Christian Galal )*
Undang-undang / UU Cipta Kerja sempat dianggap tidak memberikan perlindungan terhadap Buruh, sehingga muncul asumsi bahwa UU tersebut tidak sepenuhnya berpihak kepada Buruh. Meski demikian perlu diketahui bahwa UU Cipta Kerja sendiri diterbitkan justru untuk meningkatkan perlindungan terhadap Buruh.
Indah Anggoro Putri selaku Dirjen PHI & Jamsos Kemnaker menuturkan bahwa UU Cipta Kerja diterbitkan justru untuk meningkatkan perlindungan kepada buruh atau tenaga kerja secara menyeluruh.
Bagi yang belum bekerja, UU Cipta Kerja mengatur beberapa hal terkait bagaimana kemudahan berusaha dan berivestasi yang sehat sehingga hal tersebut diharapkan mampu memperluas kesempatan kerja. Kemudian, UU Cipta Kerja juga mengatur pekerja yang sedang bekerja, terutama perlindungan kepada pekerja yang terikat PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu).
Sementara itu bagi pekerja yang ter-PHK, UU Cipta Kerja memiliki regulasi yakni jaminan kehilangan pekerjaan. Di mana mereka yang ter-PHK bisa mendapatkan manfaat seperti uang tunai, lalu manfaat pelatihan (reskilling) untuk mendapatan profesi baru dan manfaat untuk bisa mengakses pasar kerja atau lowongan pekerjaan.
Indah menuturkan, secara komprehensif UU Cipta Kerja justru memberikan perlindungan kepada para pekerja baik yang belum bekerja, sedang bekerja maupun yang ter-PHK.
Menanggapi terkait dengan aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja yang sebelumnya telah dilakukan oleh serikat buruh, Indah mengatakan bahwa hal tersebut memang konsekuensi dari setiap terbitnya regulasi yang dapat menimbulkan aksi dan reaksi dari masyaraat.
Indah berujar bahwa dengan adanya aksi tersebut justru menjadi masukan bagi Kementerian Ketenagakerjaan untuk mensosialisasikan UU Cipta Kerja secara lebih menyeluruh.
Sementara itu, terkait dengan pendapat beberapa pihak bahwa UU Cipta Kerja yang dinilai berpengaruh negatif terhadap perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyatakan hal tersebut tidak benar atau hoax. Justru semangant untuk membuka lapangan erja dari pemerintah harus mendapatkan dukungan bersama.
Benny menuturkan bahwa UU Cipta Kerja ini tidak mengurangi sedikitpun perlindungan terhadap PMI. Perlindungan PMI tetap diperhatikan dan sudah jelas. Apalagi UU tersebut juga telah memasukkan muatan perlindungan PMI pada bab ketenagakerjaan dalam UU tersebut. UU Cipta Kerja ini juga mengamanatkan perizinan bag perusahaan penempatan PMI untuk menyesuaikan dengan ketentuan mengenai perizinan berusaha.
Sementara itu, Sekretaris Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (Ditjen PHI dan Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan, Surya Lukita, mengatatakan, bahwa ada perubahan dibandingkan UU Cipta Kerja 2020.
Salah satunya terkait dengan ketenagakerjaan di mana ada perubahan peraturan-peraturan terkait regulasi ketenagakerjaan terutama terkait perlindungan tenaga kerja. Surya menjelaskan, pertama pemerintah ingin melindungi tenaga kerja yang sudah bekerja dan juga yang belum bekerja, mengingat pengangguran saat ini masih tinggi terutama pada tahun 2020 di mana saat itu pandemi Covid-19 membuat angka penangguran naik dari 4 persen menjadi 7 persen.
Angka 7% memang terkesan kecil, namun jika dilihat dari jumlah orang yang menganggur ternyata ada 9,7 juta orang yang kehilangan pekerjaan. Hal inilah yang menjadi concern pemerintah terkait dengan bagaimana pengangguran di Indonesia agar cepat mendapatkan pekerjaan, serta menjadi salah satu tujuan dari UU Cipta Kerja yakni bagaimana regulasi menciptakan pekerjaan bagi mereka yang menganggur, salah satu caranya adalah dengan mempermudah perizinan investasi.
Investasi sendiri diyakini sebagai jalan eluar untuk mengurangi pengangguran, baik investasi dari dalam nengeri maupun dari luar negeri atau asing.
Lalu, bagi pekerja yang sudah bekerja, akan diperbaiki perlindungan di UU Cipta Kerja, salah satu contoh perlindungan pekerja kontrak atau alih daya akan ditingkatkan perlindungannya baik terkait waktu kerja dan istirahat agar lebih baik sesuai dengan pengupahan.
Kementerian Ketenagakerjaan juga telah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja bukan hanya untuk menciptakan kesempatan kerja, tetapi juga untuk mengakomodasi kelangsungan bekerja, peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja/buruh, serta keberlangsungan usaha yang berkesinambungan.
Ida Fauziah selaku menteri ketenagakerjaan (Menaker) mengatakan,VUU Cipta Kerja juga bertujuan untuk menyelesaikan tantangan ketenagakerjaan seperti bonus demografi, di mana sebagian besar penduduknya berusia produktif atau usia kerja.
Ida juga berharap, UU Cipta Kerja mampu memperbaiki iklim ketenagakerjaan yang dapat mendukung peningkatan produktivitas nasional. Di sisi lain UU Cipta kerja juga bertujuan untuk menyederhanakan, menyingkronkan dan memangkas regulasi yang menghambat penciptaan lapangan kerja, sekaligus sebagai instrumen penyederhanaan dan peningkatan efektivitas birokrasi.
Tentu saja sangat disayangkan jika UU Cipta Kerja mendapat penolakan dari kelompok yang belum memahami UU Cipta Kerja secara menyeluruh.
Terbitnya UU Cipta Kerja diharapkan mampu memberikan perlindungan secara komprehensif terhadap buruh ataupun tenaga kerja baik yang belum bekerja maupun yang terdampak PHK, sehingga UU tersebut tidak hanya melindungi tetapi juga memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh Buruh.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Gala Indomedia