UU Ciptaker Mampu Wujudkan Perluasan Lapangan Kerja
Oleh : Anindira Putri Maheswani )*
Perkembangan dinamika ekonomi global dewasa ini terasa sangat kencang. Hal ini harusnya dapat segera diantisipasi terkait dampaknya terhadap ekonomi nasional yang turut berpengaruh kepada penciptaan lapangan pekerjaan di Indonesia. Untuk menjawab hal tersebut, maka pemerintah mengesahkan Peraturan Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) pada Maret 2023 lalu.
Sejatinya, UU Cipta Kerja memang diperuntukkan bagi seluruh pihak dan stakeholder di Indonesia. Tujuan utamanya tentu untuk kepentingan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah dapat menetapkan kebijakan antisipatif dalam penguatan fundamental ekonomi domestik melalui reformasi struktural.
Disahkannya Peraturan Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja menjadi UU mampu memberikan kepastian hukum serta beragam manfaat lainnya yang bisa dirasakan oleh masyarakat. Namun, ternyata masih terdapat beragam reaksi penolakan dari masyarakat yang salah dalam menangkap maksud dan tujuan dari UU Cipta Kerja.
Sejak RUU Cipta Kerja dicanangkan, memang telah menuai penolakan dari berbagai kalangan, khususnya dari kaum buruh atau pekerja. Aksi unjuk rasa pun ramai dilakukan yang disebabkan karena mengkhawatirkan UU Cipta Kerja akan merugikan hak-hak buruh dan hanya menguntungkan pengusaha.
Padahal UU Cipta Kerja merupakan terobosan dari pemerintah untuk menyederhanakan regulasi dalam rangka percepatan investasi. Keberadaan regulasi ini tidak saja berdampak positif bagi pengusaha, melainkan juga untuk buruh. Para tenaga kerja atau buruh akan banyak terbantu karena UU Cipta Kerja. Salah satunya terkait aturan bonus dan jam lembur buruh.
Dalam UU Cipta Kerja juga tertera bahwa pemerintah akan membantu para karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) seperti dengan memberikan berbagai pelatihan kerja. Jika masih belum mendapatkan pekerjaan, pemerintah juga akan memberikan bantuan berupa uang tunai yang akan dibayarkan selama enam bulan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Ada pula anggapan bahwa UU Cipta Kerja membuat para buruh akan mendapatkan upah yang dihitung per jam. Pada kenyataannya, bila merujuk pada pasal 88B Bab IV tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa upah buruh ditetapkan berdasarkan satuan waktu, dan/atau satuan hasil. Ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam PP dengan satuan waktu, yang berarti tidak ada aturan yang menyatakan upah dihitung berdasarkan jam.
Jadi, keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja jelas telah memberikan keuntungan dari berbagai sisi, baik bagi pengusaha maupun buruh.
Misalnya, pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 42 ayat 4 menyebutkan bahwa tenaga kerja asing dapat bekerja di Indonesia hanya dalam hubungan kerja dengan jabatan tertentu dalam kurun waktu tertentu. Namun, pada UU Cipta Kerja, tenaga kerja asing diatur untuk dapat bekerja di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dalam waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai jabatan yang diduduki.
Tentu saja ini menunjukkan bahwa UU Cipta Kerja telah mengatur agar tenaga kerja asing tidak bisa asal masuk dan bekerja di Indonesia. Sehingga tidak benar anggapan sebagian masyarakat yang menganggap UU Cipta Kerja membuat tenaga kerja asing menjadi leluasa merebut pekerjaan yang seharusnya menjadi hak masyarakat Indonesia.
Selain itu UU Cipta Kerja juga mengatur pengusaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Terdapat klaster UMKM dan klaster kemudahan berusaha yang akan mempermudah bisnis dalam skala kecil dan menengah. Para pelaku usaha tersebut wajib dibantu karena 90% pelaku usaha di Indonesia adalah UMKM, sehingga juga menolong perekonomian negara.
Kinerja UMKM juga akan dipermudah dengan UU Cipta Kerja. Kementerian Perdagangan menggandeng pihak swasta untuk melakukan akselerasi UMKM. Maka, UMKM dapat belajar cara berbisnis online dengan memanfaatkan kemajuan era digital. Oleh karena itu masyarakat perlu mendukung penuh pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU. Karena perekenomian Indonesia akan membaik karena UMKM diuntungkan.
Pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU sudah merupakan tindakan yang konstitusional yang memberikan kepastian hukum bagi sektor ekonomi termasuk pekerja. Peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja juga memberikan perlindungan hak yang lebih baik bagi para pekerja.
Perlu dipahami bahwa UU Cipta Kerja bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan di pusat dengan daerah. Penting untuk mengatasi tumpang tindih dengan memangkas pasal-pasal yang dinilai tidak efektif demi memberikan pengaruh terhadap perkembangan ekonomi yang lebih baik.
Disahkannya UU Cipta Kerja juga mampu mendorong investasi dengan sistem perizinan yang sederhana. Proses perizinan diubah dari berbasis izin menjadi berbasis risiko. Sistem yang perizinan berbasis risiko bisa didapatkan secara daring melalui Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA).
Pengurusan izin yang dipermudah tentu membuat iklim investasi di Indonesia kian membaik sekaligus dapat menarik investor lokal maupun asing untuk menanamkan modal di Indonesia. Meningkatnya nilai investasi tentu saja juga berdampak pada terbuknya lapangan kerja di berbagai sektor sehingga jumlah pengangguran dapat ditekan.
Dengan demikian, masyarakat perlu memahami bahwa UU Cipta Kerja merupakan kebijakan yang lebih sempurna. Keberadaan UU Cipta Kerja merupakan regulasi yang tepat untuk menyuburkan investasi serta membuka lapangan kerja di tanah air. Terbukanya lapangan kerja tentu banyak menyerap tenaga produktif sehingga kesejahteraan dapat meningkat.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute