Putusan MK Terkait Batas Usia Capres dan Cawapres Tidak Memperhatikan Aspirasi Publik dan Berdampak Menurunnya Kepercayaan Publik
Jakarta – Pasca Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa Universitas Negeri Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru, kepercayaan public terhadap MK semakin menurun.
Hakim Konstitusi Saldi Isra yang merasa khawatir putusan MK itu bisa menurunkan kepercayaan publik.
Hal itu disampaikan Saldi dalam sidang putusan gugatan batas usia capres cawapres di MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023). Saldi merupakan salah satu dari empat hakim yang memiliki pendapat berbeda terkait putusan gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu.
Mulanya, Saldi mengatakan persyaratan usia minimum pejabat negara, termasuk syarat usia minimum sebagai calon presiden dan wakil presiden, sebagaimana diajukan dalam permohonan a quo dapat dikatakan menjadi bagian dalam doktrin political question.
Menurut dia, permasalahan itu seharusnya diselesaikan oleh Presiden dan DPR selaku pembentuk UU, bukan lembaga peradilan seperti MK.
Menurutnya, MK sering memberikan pertimbangan opened legal policy terhadap permasalahan yang tak diatur eksplisit di konstitusi. Hal itu, kata dia, sepenuhnya diserahkan kepada pembentuk UU. Maka, MK seharusnya berpegang teguh terhadap opened legal policy.
"Dalam permohonan a quo, Mahkamah juga sudah seharusnya menerapkan judicial restraint dengan menahan diri untuk tidak masuk dalam kewenangan pembentuk undang-undang dalam menentukan persyaratan batas usia minimum bagi calon wakil presiden dan wakil presiden. Hal ini sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan penghormatan kepada pembentuk Undang-Undang dalam konteks pemisahan kekuasaan negara," paparnya.
Sebelumnya dalam diskusi yang diadakan Para Syndicate dengan tema MK Bukan Mahkamah Keluarga: Tahta, Kuasa, Lupa? 15/10/2023 di Jakarta, Direktur Eksekutif Lingkar Madani menggambarkan jika dinasti politik menjadi tema yang membuat gejolak politik di tahun 1997-1998. Dan persoalan nepotisme jadi salah satu satu pemicu perlawanan rakyat disamping isu lain seperti korupsi dan kolusi.
Karena itu, Ray menilai gugatan batas usia Capres-Cawapres diduga merupakan upaya melanggengkan kekuasaan.
“Gugatan batas usia Capres-cawapres dapat diduga sebagai upaya menjaga kekuasaan di pemerintahan.” Jelasnya
Dirinya pun mendorong agar Bawaslu dievaluasi. Sebab, selama ini terkesan selalu menolak laporan dari pihak-pihak tertentu dengan berbagai dalih.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PHBI) Julius Ibranini menyampaikan hasil dari keputusan MK tidak pernah memperhatikan aspirasi publik.
Hal yang sama diutarakan Ketua Centra Initiative, DR. Al Araf bahwa keputusan MK saat ini banyak yang tidak konsisten.
"MK saat ini sudah mengalami degradasi karena banyaknya pelanggaran etik dan pidana yang dilakukan Hakim MK serta banyaknya putusan MK yang inkonsisten” tuturnya.